Fakta yang menarik tahun-tahun belakangan ini: Fenomena film dan sineton mistik menguasai jagad budaya pop masyarakat kita. Sejak Jailangkung (2002), film horror hampir mendominasi komoditi tayangan tiap tahunnya. Tak ada yang bisa menyangkal jika di bioskop atau sinetron kita dijejali film dan sinetron berbau mistik dan horror semisal Hantu Jeruk Purut, Kuntilanak, Pocong, Mirror, Tusuk Jailangkung, hingga sinetron-sinetron rohani yang menampilkan nuansa mistis dalam setiap edisinya dengan memasang judul bombastis “Mati Dikerubuni Lintah”!!! Ini membuktikan bahwa mistik dan horror bukanlah sesuatu yang tabu, tapi sudah menjadi konsumsi yang saking ngepopnya seperti halnya Justin Timberlake.
Zaman modern ini mistik sudah jadi konsumsi pop. Mistik sudah ada radionya, mistik sudah ada majalahnya, mistik sudah ada filmnya, sinetron pun tak ketinggalan menampilkan hal mistik, bahkan reality show pun nggak mau ketinggalan kereta. Film mistik hadir tiap tahun secara klise, sinetron rohani menyerempet mistik, bahkan paranormal macam Ki Joko Bodo pun sudah seperti seleb ketika masuk acara talk show. Tidak hanya satu-dua channel yang menayangkan acara mistik, akan tetapi hampir semua channel menayangkan acara serupa. Fenomenal, ini layak kita sebut fenomenal karena mistik sudah menjual layaknya cinta.
Secara sadar atau tidak sadar, mistik dan budaya pop berpengaruh pada masyarakat kita. Tentu hal itu ada sebab akibatnya. Pertama, bagaimana peran media dalam pembentukan citra atau image dunia mistis dalam budaya pop kita. Kedua, pembodohan massal, dan ketiga, tentu kita sebagai konsumer budaya pop mesti cerdas. Cerdas di sini dalam artian tidak menelan begitu saja apa yang ditampilkan tanpa didasari edutainment yang jelas. Tetapi estetika dan moral juga jadi tanggung jawabnya.
Ok, berbicara tentang tayangan-tayangan mistis di dunia perfilman atau pertelevisian kita memang sudah tidak asing lagi. Pada tahun 80-an dan 90-an, filmfilm mistis sudah banyak menghias layar kaca selain film seks nggak jelas memborbardir dunia film saat itu. Contohnya saja Suzanna sudah menjadi ikon tayangan bergenre mistis ini dengan perannya membintangi film-film horror seperti Ratu Pantai Selatan hingga jadi Sundel Bolong. Mungkin generasi film horror era 2000-an hingga sekarang layak dikategorikan second-wave atau third-wave cinematic horror di Indonesia, jika memang mesti ada identitas penamaan layaknya kritikus film.
Bahkan saya percaya jika media (film/majalah/ surat kabar/ televisi, dsb.) memiliki tanggung jawab besar dalam pembentukan citra dunia mistis kepada budaya kita. Kita mungkin tidak mengenal Dracula memakai jubah, rambut klimis, dan taring tajam jika Bela Lugosi tidak memakai image seperti itu. Atau apa kita setuju jika pencitraan Nyi Roro Kidul sama seperti apa yang Suzanna perlihatkan. Apa kalian juga setuju jika Kuntilanak itu rambutnya acak-acakan dengan bolong dibelakang seperti dalam film “Kuntilanak”, atau hantu Sadako itu mesti merayap seperti dalam film “Shutter”, kemudian Werewolves berubah pada saat bulan purnama dalam film “American Werewolves”, Tuyul itu botak seperti dalam film “Tuyul dan Mbak Yul”, hingga apakah ada hantu baik hati seperti Casper? Yup, jelas tak terelakkan karena hal itu jelas-jelas sudah meracau pikiran kita. Saya pikir dari orang Indonesia sampai orang Amerika setuju jika Dracula itu memiliki taring buat menyedot darah. Ternyata ada kecenderungan-kecenderungan yang sudah menjadi budaya bagi kita dalam mengkonsumsi tayangan mistis hingga secara sadar atau tidak sadar kita menyetujui citra apa yang ditampilkan oleh media tersebut. Apa benar memang Dracula itu seperti itu atau Kuntilanak itu seperti apa yang ditampilkan oleh film? Jawaban simplenya: Only god Knows, kata The Beach Boys juga.
Saya bukanlah pecinta film horror, DVD Film-film aneh saya lebih banyak dibandingkan dengan film Horror. Tapi saya adalah seseorang yang mempercayai adanya mistik dan klenik. Saya juga bukan seorang kritikus film yang baik, tapi saya percaya Nosferatu atau Dementia 13 lebih keren dibandingkan dengan sinetron mistis. Atau film Blair With Project lebih menggelikan dibandingkan film Scream atau Scary Movie. Poin inti dari semua ini adalah menghentikan pembodohan massal yang nggak jelas ujung pangkalnya. Karena saya mengharapkan dalam sebuah film horror itu adalah ketegangannya bukannya mistik gak jelas di mana usus terburai, kepala pecah, muncul ulat dalam mulut, kelabang di sekujur tubuh, dan masih banyak lagi. Pernah suatu waktu saya menonton film rohani berbau mistis. Ceritanya ada seseorang dengan good-character menjadi penindasan bad-character. Singkatnya, goodcharacter itu meninggal setelah ditabrak mobil si bad character. Klise. Yang terjadi kemudian, arwah good-character itu bangkit dan melakukan balas-dendam pada si bad character sampai meninggal (Karma mungkin!!!). Jadi rancu mana yang “goodcharacter” atau “bad-character” karena tiba-tiba si good-character itu jadi jahat. Kemudian arwah si “good-character” itu tenang setelah membalas dendam dan diberi nasihat oleh ustadz.
Cerita film/ sinetron mistik manapun klise: Mati- balas dendam.- nakut-nakutininsaf.
Enough!!!
Moralnya adalah pembodohan massal. Yang ada malah jadi takut sama hantu dibandingkan tuhan . Orang jadi salah kaprah antara ghaib dengan mistik. Orang jadi percaya mistik versi TV dibandingkan kitab suci. Orang jadi takut setan dibandingkan siksa kubur, bahkan ada slengean, bahwa hantu juga bisa popular karena masuk TV hahaha…
Yeah, pembuat film bergenre mistik atau horror sekarang hanya menangkap fenomena dari hype film bergenre seperti ini tanpa didasari dengan estetika yang jelas. Semuanya hanya berorientasi uang. Ketika sinteron dan film mistik atau horror sedang panen, maka semuanya tentu berorientasi profit untuk menghadirkan acara-acara seram di dunia televisi kita. Money can buy everything, include horror!!! Apakah industri persinetronan/perfilman kita tidak sehat? Monoton? Stagnansi? Tipikal? Atau memang seperti inilah wajah dunia hiburan kita? Ini baru horror!!!