Pages

Sunday, December 4, 2011

Repetisi yang [Bukan] Kebetulan

Hijau itu menyejukkan, namun oranye juga tidak lantas berarti memabukkan. Aku berjalan, aku pergi dan selalu menemukan padanan keduanya. Aku melihatnya sebagai suatu penanda dari-MU. Repetisi ini bukanlah suatu kebetulan. Ketika diri menangkapnya sebagai suatu simbol kebaikan, biarkan Ia membukakan jalan.

Random shot, showin' green and orange ^_^





Semua seolah begitu menyentak, saat sedang berada dalam rasa yang [jauh] dari tenang, entah mengapa justru dua warna maut [hasyah] ini semakin terus bermunculan di depan mata. Dari mulai objek-objek besar hingga yang tak terduga sekalipun.

Tidak perlu menunggunya untuk muncul, karena hal yang paling menjemukan adalah menunggu. Walau kadang [diakui] mendebarkan. Ketika menyembul, tak perlu mendekat, mata seolah sudah diarahkan. Titik seukuran semutpun bisa kelihatan.

Muncul di saat gelisah, pipi basah [karena cucuran air dari mata, kening dan seluruh penjuru tubuh lainnya #eh] namun jelas ibarat es batu di saat panas tak terkendali, sungguh suatu yang sangat dinanti.

Dalam langit hati yang kerap sulit ditebak, tersungging harap akan senyum dan kehangatan. Bosankah dengan repetisi-repetisi ini? Ah semoga tidak ya!

Thursday, November 3, 2011

A Month to Remember

Ketika #dia menorehkan tweet (dalam kalimat mesranya menjadi tuit *aish*) 'November, a Month to Remember beberapa hari lalu, saya langsung terdiam. Kenapa? Ya saya yakin akan banyak hal besar yang terjadi di bulan ini. Banyak..sebanyak kumpulan 'utang' (baca tulisan-red) untuk berbagai pihak (alibi biar dibilang eksis di dunia tulis menulis), yang harus diselesaikan.

Semuanya terasa seperti keajaiban, tapi kini saya semakin yakin bila hal-hal 'ajaib' bukan suatu kebetulan. Selalu ada sebab untuk akibat. Dan sama juga dengan berbagai urusan dalam kehidupan. Mulai dari pekerjaan sampai hubungan ehm, percintaan.

Yap, sebelumnya saya sering lebih percaya akan kebetulan. "Ah kebetulan saja lagi sial," "Ah kebetulan saja lagi bisa," dan gumaman-gumaman lain yang dianggap sebagai pembenaran dari sebuah kebetulan yang sama sekali hanya rekaan.

Semua manusia punya film, seperti kata Rocket Rockers, 'Hidup Ini Adalah Film Terindah Sepanjang Masa'. Siapa yang membuat film itu? Tentu sang Kuasa Pemilik Jagat Raya atau yang biasa saya tulis sebagai Boss of The Universe. Setiap film, sesampah apapun produsernya pasti ada skenarionya. Apalagi untuk yang kreatornya sedahsyat ini.

Bulan lalu saya banyak ditimpa kejadian tak mengenakkan. Dari harus mencium bau rumah sakit hingga merasakan ditikam belati dari belakang. Nyish! Sempat dongkol, tapi kembali sadar bila segala sesuatu yang manis (seperti makanan kesukaan saya) sampai yang pahit dan kecut (layaknya bau keringat si penulis*eh) adalah bukan suatu kebetulan. Sudah ada plotnya, dan mengutukinya tentu hanya akan menimbulkan masalah baru.

Untunglah, saya diketemukan dengan orang-orang hebat di sekitar saat situasi diri sedang oleng bak diterjang badai. Selain tentunya #dia yang selalu memberikan dukungan terbesarnya dengan cara-cara uniknya yang membuat saya selalu bangga berdiri di sampingnya.

Terkadang rasa malu dan takut memang membendung segalanya. Saya takut untuk periksa sampai akhirnya harus dipaksa #dia padahal untuk kesehatan saya. Namun tetap, keyakinan tidak bisa digoyahkan. Rasa tetap tak berubah [meski segudang kelelahan tersirat].

Perlahan, #dia semakin mengetahui banyak hal tentangku. Dan hebatnya meski kekuranganku masih kerap menyembul-nyembul, selalu ada celah untuk mendorongku memperbaikinya.

Ketika aku mulai lelah, #dia yang memberikan pijatan terbaiknya. Namun juga memecut punggungku jika aku mulai menyebalkan. Dipecut memang sakit, tapi seperti yang dibilangnya 'Semua ini demi kebaikan kamu," dan akupun mengiyakannya dalam hati.

Saat selesai mengolahragakan jari, aku mencoba meliriknya. Dia tersenyum seraya mengusap kepalaku yang rambutnya sudah mirip bonsai. "Kamu bisa,sayang kalau semuanya menjadi sia-sia," katanya.

*Setiap kemarahannya menandakan #dia semakin menyuntikan rasa [sayang] kepadaku. Dan ketika tidak ada lagi ekspresi kesal di mukanya, maka itulah saat aku akan merasakan kebahagiaan yang amat sangat*

Monday, October 31, 2011

#Dia dan Do'a



Lubang di jalanan lurus yang licin kerap membuat orang terpeleset. Srooot...sakit lah. Tak kalah rasanya dengan saya yang ski di trotoar atau carport depan kos akibat sendal tak bergerigi tetap dipaksa mengalas kaki.

Lagi-lagi jalanan makan korban. Orang kesayangan si pengukur jalan harus menelan ludah akibat kesalahan memilih jalan. Saat jatuh, tak tertangkap lagi dan tentunya biru sudah bekasnya.

Lama #dia harus tidur berbalut kalut. Semakin mencoba berlari namun ada yang tercerabut. Begitulah setidaknya yang kutangkap. Jauh sakit, mencoba mendekat takut terjerat.

Tak hanya lebam-lebam yang harus ditanggungnya. Pisau yang ditikamkan kepadaku oleh bayangan masa lalu ternyata tembus ke #dia. Alhasil luka yang dirasanya menjadi semakin perih.

Aku tak kuasa lagi menahan tikaman-tikaman dari belakang itu. Bagaimana tidak, lebih baik dihantam bertubi-tubi daripada harus ditusbol, eh ditusuk dari belakang.

Ibarat belajar berseluncur dan saat sudah mulai meluncur dan tiba-tiba didorong orang dari belakang dan terjerembab. Mau bangun saja susah. Dan akhirnya, hanya menatap yang menjatuhkan dengan tatapan nanar.

Tak sadar bila yang kulakukan malah semakin memperlebar luka, aku lupa. Obat luka bukan kembali dijerembabkan ke lubang yang lebih dalam. Tapi diam dan niscaya pisau akan menghujam musuh tanpa perlu tatapan tajam.

Sembari masih bergulingan di arena seluncur yang mendadak berubah menjadi ring tinju dengan kepala belakang bonyok, aku berdiri perlahan. Merintih dan mencoba duduk seraya mencoba tersenyum agar tak ada yang tahu aku sedang luka.

#Dia mencoba berbagai cara, dari mencoba duduk bersama namun ternyata tak cukup mengobati luka. Saat belum kering, dan tak sengaja tergores, lagi-lagi semua menjadi dingin es. Aku yang baru berhasil berdiri mendadak lemas ibarat makhluk kurang vitamin.

Keringat dingin menjadi teman kala terbangun di pagi buta. Berharap-harap cemas akan ada suatu titik dimana semua bisa kembali dan bukan sekedar mimpi. Mungkinkah, ditengah jalanan yang dilalui #dia dengan banyak cabang?

Apakah aku harus berlari? Sungguh, ini bukan solusi pengisi hari. Entah kenapa, meski harus berjalan terpincang-pincang masih ada keyakinan bila suatu hari bisa berjalan lurus lagi.

Braaak, vas bunga berlapis emas di bagian dalam yang sempat berkeping-keping kurekatkan kembali.Pelan dan harus penuh kesabaran. Menyatukan belahan memang tidak mudah, namun kuyakin semua akan lebih indah.

*Setidaknya aku kini bisa merasakan sebuah harapan akan mimpi indah. Mimpi boleh gratis, tapi harus ada pelatuk yang menarik agar bisa terlontar ke sana. Agar tidur tak lagi menyeramkan. (Dan itu #dia). Satu yang tak boleh kulupa, do'a untuk #dia dan (kita)*

Tuesday, October 25, 2011

Ketika Mengingat Setelah Hidup

Pekerjaanku masih menanti, hati sedang tak terkendali, jemari sibuk menari-nari
Pikiran berlari, tak peduli rasa sakit terus menggerogoti
Tak mau kumembuat ada yang terbebani

Semua harus tahu bila aku baik-baik saja
Senyumku harus tetap mengembang meski saluran tak lagi berfungsi mulus
Ketika kuning cerah cerah berubah bercampur darah

Bila tiba waktunya nanti
Sewaktu lidah tak lagi mampu merasa
Mata tak lagi mampu memilah warna
dan pikiran tak lagi bisa menganalisa

Pasukan hitam hitam datang
Menghantarkan ke titik penuh intrik
Apakah itu lebih pelik?

Masihkah akan ada rasa?
Meski diri divonis dengan sinis
Tiketmu sudah out of date...

*Sebuah ode pengingat bila kita akan tersengat lalu menjadi penghuni liang lahat*