Monday, October 31, 2011

#Dia dan Do'a



Lubang di jalanan lurus yang licin kerap membuat orang terpeleset. Srooot...sakit lah. Tak kalah rasanya dengan saya yang ski di trotoar atau carport depan kos akibat sendal tak bergerigi tetap dipaksa mengalas kaki.

Lagi-lagi jalanan makan korban. Orang kesayangan si pengukur jalan harus menelan ludah akibat kesalahan memilih jalan. Saat jatuh, tak tertangkap lagi dan tentunya biru sudah bekasnya.

Lama #dia harus tidur berbalut kalut. Semakin mencoba berlari namun ada yang tercerabut. Begitulah setidaknya yang kutangkap. Jauh sakit, mencoba mendekat takut terjerat.

Tak hanya lebam-lebam yang harus ditanggungnya. Pisau yang ditikamkan kepadaku oleh bayangan masa lalu ternyata tembus ke #dia. Alhasil luka yang dirasanya menjadi semakin perih.

Aku tak kuasa lagi menahan tikaman-tikaman dari belakang itu. Bagaimana tidak, lebih baik dihantam bertubi-tubi daripada harus ditusbol, eh ditusuk dari belakang.

Ibarat belajar berseluncur dan saat sudah mulai meluncur dan tiba-tiba didorong orang dari belakang dan terjerembab. Mau bangun saja susah. Dan akhirnya, hanya menatap yang menjatuhkan dengan tatapan nanar.

Tak sadar bila yang kulakukan malah semakin memperlebar luka, aku lupa. Obat luka bukan kembali dijerembabkan ke lubang yang lebih dalam. Tapi diam dan niscaya pisau akan menghujam musuh tanpa perlu tatapan tajam.

Sembari masih bergulingan di arena seluncur yang mendadak berubah menjadi ring tinju dengan kepala belakang bonyok, aku berdiri perlahan. Merintih dan mencoba duduk seraya mencoba tersenyum agar tak ada yang tahu aku sedang luka.

#Dia mencoba berbagai cara, dari mencoba duduk bersama namun ternyata tak cukup mengobati luka. Saat belum kering, dan tak sengaja tergores, lagi-lagi semua menjadi dingin es. Aku yang baru berhasil berdiri mendadak lemas ibarat makhluk kurang vitamin.

Keringat dingin menjadi teman kala terbangun di pagi buta. Berharap-harap cemas akan ada suatu titik dimana semua bisa kembali dan bukan sekedar mimpi. Mungkinkah, ditengah jalanan yang dilalui #dia dengan banyak cabang?

Apakah aku harus berlari? Sungguh, ini bukan solusi pengisi hari. Entah kenapa, meski harus berjalan terpincang-pincang masih ada keyakinan bila suatu hari bisa berjalan lurus lagi.

Braaak, vas bunga berlapis emas di bagian dalam yang sempat berkeping-keping kurekatkan kembali.Pelan dan harus penuh kesabaran. Menyatukan belahan memang tidak mudah, namun kuyakin semua akan lebih indah.

*Setidaknya aku kini bisa merasakan sebuah harapan akan mimpi indah. Mimpi boleh gratis, tapi harus ada pelatuk yang menarik agar bisa terlontar ke sana. Agar tidur tak lagi menyeramkan. (Dan itu #dia). Satu yang tak boleh kulupa, do'a untuk #dia dan (kita)*

0 comments: