Monday, October 3, 2011

Ragu Menyerbu Raga, Ingatlah Rasa dan Asa



Rasa ragu menghinggapi? Rasanya adalah suatu hal yang sangat-sangat wajar. Terkadang bercampur dengan rasa takut disusul keringat dingin dan alhasil pikiran menjadi tak karuan.

Sudah kesekian kali saya dihinggapi rasa ragu bercampur takut. Dari jaman belajar naik sepeda (dan berujung jatuh dengan sukses plus luka-luka yang bekasnya tak bisa hilang), disambung tes loncat indah (yang alhasil baru berhasil loncat setelah didorong orang). Sampai terpeleset dengan sukses dari motor (entah berapa kali) dan sempat banyak ragu-ragu lagi lainnya.

Tak hanya di aktivitas motorik, saya juga sempat ragu dengan kemampuan saya meramu kata. 10 tahun lalu ketika aktivitas menulis masih saya tampik dan tidak terpikir untuk menjadikannya jalan hidup. Berbagai pendapat terlintas di pikiran bawah sadar saya. Pujian dari orang-orang di sekitar hanya menjadi angin lalu dan saya masih merasa 'ini bukan jalur saya'. Dengan berbagai pembenaran-pembenaran lain.

Imajinasi masa lalu saya adalah membuat rilisan musik atau visual. Bukan rangkaian kata. Sehingga ketika buku pertama saya selesai, rasa ragu kembali menghampiri saya. Apakah saya cukup qualified untuk membuat suatu rilisan (dalam bentuk tulisan)?

Keraguan bisa jadi muncul dari rasa anti atau enggan. Saya sempat memandang anak kecil sebagai tayangan horror. Segenap keraguan muncul ketika order membuat buku untuk anak menghampiri. Yang saya lakukan hanya satu. Dulu saya pernah menjadi anak-anak dan mengingat-ingat rasa di masa masih tidak berpikir bahwa hidup akan dihadapkan dengan banyak masalah dan menulislah saya (dengan sepersekian persen rasa keraguan bila hasilnya akan layak diapresiasi anak dan orang tua yang membacanya)

Namun keraguan yang bercampur rasa takut itu malah menghantarkan saya ke dunia lautan kata, sumur halaman yang tak pernah berhenti pasokannya. Perlahan rasa ragu itu pudar dan berganti menjadi rasa senang bercampur bangga.

Saya akhirnya duduk, sendiri mencoba meretas pikiran akan asal dari sebuah keraguan. Apakah kejadian di masa lalu? Ketakutan akan kegagalan (terlebih jatuh yang menyakitkan)? Saya merebahkan badan, menatap ketinggian yang sempat membuat ragu bila saya mampu melewatinya di masa lalu. Menatap halaman-halaman yang telah terjild dengan rapi dan akhirnya meminta petunjuk-Nya. Akhirnya sebuah keyakinan menyeruak, menghapus keraguan dan menuntun saya untuk tidak ragu apalagi takut.

Sebulan lebih ini, ada sosok yang membuat saya kian mampu menghapus rasa ragu dan tak lagi takut tersungkur. Cambukannya, ketegasannya dan sikapnya yang selalu menolak untuk mengucapkan kata BISA ibarat penghapus permanen dari sebuah kata ragu. Bercampur rasa, saatnya meraih asa dengan langkah berbarengan.

0 comments: