Monday, October 3, 2011

Menyentil Kutil



Tak perlu repot membuat video jedag jedug pantura untuk menaikkan pamor dan sukses menjadi bahan pembicaraan banyak mulut. Cukup dengan memiliki kutil saya yakin, perbincangan akan mulai menyeruak. Dari yang sekedar memandang sekilas, melihat sinis ataupun berkomentar sarkastis.

Ah, bagaimana bisa? Bukankah kutil 'hanya' serupa bisul di tangan, kaki, ketiak, selangkangan atau bagian-bagian lainnya? Oh tidak, dari kacamata saya yang min dan pasangan saya yang plus, kutil memiliki makna yang jauh lebih luas dari sekedar benjolan sebesar biji jagung.

Namanya kutil adalah penyakit. Tidak ada penyakit yang tidak mengganggu. Jelas, tidak akan sembuh begitu saja bila didiamkan. Untuk urusan yang satu ini, tak jarang bahkan harus sampai dioperasi dalam waktu yang super lama. Rasanya masih membekas di ingatan soal manusia kutil (dan saya berkali-kali liputan, mengambil gambar dan mengajak si manusia kutil berbincang untuk kebutuhan pemberitaan sambil menahan berbagai rasa yang menyeruak di kepala).

Sayangnya, mereka yang kulitnya mulus bak jalanan Jakarta yang ditinggal pendatang menjelang dan beberapa hari pasca Lebaran juga tanpa disadari memiliki kutil. Oh, bahkan pakar kesehatan kulit kenamaan pun tak akan mampu mengobatinya. HAH?

Saya cukup yakin bila kacamata saya selalu dilap setiap sudah mulai sedikit kotor. Begitupula dengan pasangan. Meski kadang kami masih suka menyisakan debu-debu di pojokan ruangan, selalu ada waktu untuk menyeka kacamata agar tak salah lihat.

Kutil-kutil dalam kacamata kami jelas tidak terlihat dengan mata telanjang. Semangat perlawanan adalah keyakinan yang membuat deretan kutil bisa terlihat hampir setiap kaki berpijak. Tak peduli muka tertutup topeng sekalipun, tetap akan menyembul dan membuat jemari gatal untuk tak menyentilnya.

Kenapa hanya menyentil? Rasanya tak perlu mengepalkan tinju untuk sekedar mem
bersihkan kutil. Bukankah sentilan pun bisa mengeluarkan efek rasa perih dan sakit yang luar biasa? Lagipula, menyentil bisa dari jarak jauh (dengan menggunakan karet) dengan objek yang acak. Masalah reaksinya? Toh yang terkena juga hanya tersentil.

Berkutil boleh jadi 'hanya' masalah kecil. Namun bila tersentil dan perih, tutupi dengan tisu basah (yang pastinya beralkohol dan akan menyembuhkan luka). Tak perlu pula merasa terusik dengan penyentil. Atau kecuali masih ababil?

Yah, selama kacamata kami masih (dan akan selalu) bersih, rasanya tidak ada alasan untuk berhenti menyentil kutil.

*Gambar sengaja diganti dengan model bangunan agar tidak merusak selera makan dan numpang izin pada pemilik foto asli

0 comments: