Thursday, November 3, 2011

A Month to Remember

Ketika #dia menorehkan tweet (dalam kalimat mesranya menjadi tuit *aish*) 'November, a Month to Remember beberapa hari lalu, saya langsung terdiam. Kenapa? Ya saya yakin akan banyak hal besar yang terjadi di bulan ini. Banyak..sebanyak kumpulan 'utang' (baca tulisan-red) untuk berbagai pihak (alibi biar dibilang eksis di dunia tulis menulis), yang harus diselesaikan.

Semuanya terasa seperti keajaiban, tapi kini saya semakin yakin bila hal-hal 'ajaib' bukan suatu kebetulan. Selalu ada sebab untuk akibat. Dan sama juga dengan berbagai urusan dalam kehidupan. Mulai dari pekerjaan sampai hubungan ehm, percintaan.

Yap, sebelumnya saya sering lebih percaya akan kebetulan. "Ah kebetulan saja lagi sial," "Ah kebetulan saja lagi bisa," dan gumaman-gumaman lain yang dianggap sebagai pembenaran dari sebuah kebetulan yang sama sekali hanya rekaan.

Semua manusia punya film, seperti kata Rocket Rockers, 'Hidup Ini Adalah Film Terindah Sepanjang Masa'. Siapa yang membuat film itu? Tentu sang Kuasa Pemilik Jagat Raya atau yang biasa saya tulis sebagai Boss of The Universe. Setiap film, sesampah apapun produsernya pasti ada skenarionya. Apalagi untuk yang kreatornya sedahsyat ini.

Bulan lalu saya banyak ditimpa kejadian tak mengenakkan. Dari harus mencium bau rumah sakit hingga merasakan ditikam belati dari belakang. Nyish! Sempat dongkol, tapi kembali sadar bila segala sesuatu yang manis (seperti makanan kesukaan saya) sampai yang pahit dan kecut (layaknya bau keringat si penulis*eh) adalah bukan suatu kebetulan. Sudah ada plotnya, dan mengutukinya tentu hanya akan menimbulkan masalah baru.

Untunglah, saya diketemukan dengan orang-orang hebat di sekitar saat situasi diri sedang oleng bak diterjang badai. Selain tentunya #dia yang selalu memberikan dukungan terbesarnya dengan cara-cara uniknya yang membuat saya selalu bangga berdiri di sampingnya.

Terkadang rasa malu dan takut memang membendung segalanya. Saya takut untuk periksa sampai akhirnya harus dipaksa #dia padahal untuk kesehatan saya. Namun tetap, keyakinan tidak bisa digoyahkan. Rasa tetap tak berubah [meski segudang kelelahan tersirat].

Perlahan, #dia semakin mengetahui banyak hal tentangku. Dan hebatnya meski kekuranganku masih kerap menyembul-nyembul, selalu ada celah untuk mendorongku memperbaikinya.

Ketika aku mulai lelah, #dia yang memberikan pijatan terbaiknya. Namun juga memecut punggungku jika aku mulai menyebalkan. Dipecut memang sakit, tapi seperti yang dibilangnya 'Semua ini demi kebaikan kamu," dan akupun mengiyakannya dalam hati.

Saat selesai mengolahragakan jari, aku mencoba meliriknya. Dia tersenyum seraya mengusap kepalaku yang rambutnya sudah mirip bonsai. "Kamu bisa,sayang kalau semuanya menjadi sia-sia," katanya.

*Setiap kemarahannya menandakan #dia semakin menyuntikan rasa [sayang] kepadaku. Dan ketika tidak ada lagi ekspresi kesal di mukanya, maka itulah saat aku akan merasakan kebahagiaan yang amat sangat*