Thursday, August 5, 2010
Video [Never] Killed The Radio Star
Yea, morning turnin’ the set of active speakers and ‘Video Killed The Radio Star’ make me feel so want to mosh [haha]. Yes, the old song which was created by a british synthpop/newwave The Bugles in 1979 but I’m listening to the newer version which was rearranged by Me First and The Gimme Gimmes.
Lagunya menggelitik banget, kritik dimana akan ada suatu waktu video or television or video streaming will kill the radio star. Dan benar saja, saat ini popularitas gelombang suara dalam speaker stereo nyaris tenggelam oleh video.
Wajar memang, ini bukan sekedar perkembangan teknologi yang memudahkan orang mengupload video di internet. Tapi memang bisa jadi orang kebanyakan lebih menikmati sesuatu yang visual.
Oh yes, tadi pagi pagi nonton The Boat That Rocked. Uhm, again beberapa hari ini saya kebagian nonton film yang bikin saya melek. Yes ini memang bukan film baru, tapi bagi saya nonton bukan dari film ini baru atau lamanya [tapi katanya esensinya halah halahh]. Filmnya bersetting di tahun 1966, pas jaman musik POP lagi benar benar naik daun. Jelas waktu itu TV belum membombardir dunia seperti sekarang, apalagi koneksi internet [yang mungkin pada zaman itu masih jadi ide di kepala].
Oke back to the film, ditengah terjangan badai pop, ada sebuah radio bernama “Radio Rock”, sebuah radio yang menampilkan set rock selama 24 jam non stop dari sebuah perahu di tengah tengah laut. So pasti penyiarnya pun adalah mereka yang so rock and roll [meaning life is drug, sex and rock and roll].
Tapi bukan itu yang ingin diekspos Richard Curtis di sini. Sang creator yang terkenal lebih dulu lewat Four Weddings, Notting Hill dan Love Actually ini mencoba menyajikan bagaimana sebenarnya radio tidak akan terbunuh oleh apapun.
Sebagaimana rock yang identik dengan kesan rebel, Radio Rock pun begitu. Pemerintah tidak suka dan ingin membubarkan radio ini karena dianggap melanggar [or it just a symbolization of rebel?]. Namun penggemar mereka ternyata jauh lebih buanyak daripada yang menganggap siaran radio ini bosok [in Javanese language].
Gaya siaran yang slengean dan ugal ugalan begitu pas dimainkan oleh Phillip Seymour Hoffman, Bill Nighy, Rhys Ifans, Mick Frost dan Keyneth Branagh. Set musiknya jelas asik [walaupun agak kurang rock dalam versi saya hahai].
Kekonyolan, kekecewaan dan hitam putihnya rock and roll diceritakan secara menyeluruh di sini. Tapi yang menarik, tidak membuat filmnya berat. Simple but make us enjoy to watch sambil nyeruput kopi pagi pagi buta sebelum berangkat aktivitas di luaran [lho kok malah curcol].
Tapi satu yang saya petik adalah a radio will be lighted by the fans. Radio yang bagus pasti punya fans fanatik. Bukan sekedar pendengar. Saat si radio bikin acara off air misalnya, fansnya akan mengikuti kemanapun. Serupa dengan di film, saat kapal rusak dan perlahan lahan tenggelam para DJ masih menyuarakan spirit of rock and roll.
Dan disaat saat kritis ratusan kapal milik fans setia Rock Radio menyelamatkan para penyiar kebanggaan mereka. Yeah, The Bugles boleh saja bernyanyi lantang Video Killed The Radio Star. Tapi nyatanya [dan ehm ya menurut saya] yang ada adalah Radio Killed The Video Star [apa gara-gara saya yang ogah kalo suruh nonton TV lokal, who care?].
Nonton lagi ah lagu ini dalam versi lainnya ahahaahaaai
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment