Tuesday, August 31, 2010

Well Educated Family = Snob and Strict???


Tadi malam ngobrol ngobrol sama teman kantor habis buka puasa. Ya sharing sharing pengalaman aja sih. Maklum, sesiangan sibuk dengan aktivitas. Ya walaupun kalau yang enggak tahu palingan menganggap what’s this? Hahaha, tapi so fun lah yang jelas.

Nah, singkat kata kita cerita soal background keluarga masing-masing. Well, panjang lebar juga lah. Walaupun menyenangkan sekali. Ditemani segelas kolak yang harganya amat sangat murah [untuk di Jakarta] cerita pun dimulai.

Pertama saya cerita soal pengalaman nulis saya yang ehm [lumayan] tragis tapi manis. Sampai akhirnya cerita soal keluarga. Ya, ini kali keberapa orang yang ngobrol dengan saya menilai saya adalah anak dari keluarga yang well educated.

Ehm, entah kenapa kata-kata itu terlalu naïf untuk disematkan. Mengingat saya adalah orang yang kurang memperhatikan urgensi pendidikan itu sendiri. Skill jelas perlu, tapi kata-kata “Wah, keluarga lo berpendidikan banget ya,” rasanya terlalu berlebihan untuk diamini.

Kalau mau jujur, memang orang tua saya menomor satukan urusan pendidikan anak anaknya. Yang penting dan tidak boleh terlewat adalah sekolah. Kondisi ini memang membuat sedikit dilematis, kadang orang tua memiliki keinginan agar anaknya menjadi yang mereka inginkan.

Waktu saya masih duduk di sekolah menengah, orang tua berharap saya jadi dokter. But it’s so sucks for me. Pilihan saya adalah masuk jurusan IT [padahal hanya suka main game dan ngoprek hardware tapi nilai pelajaran eksak enggak pernah biru] dan menjadi orang yang bergerak di bidang seni dan budaya.

Akhirnya, impian tinggal angan-angan. Saya tetap menjalani jalur yang saya inginkan di bidang seni dan budaya. Masuk Fakultas Ilmu Budaya [so called Sastra] dan orang tua hanya mengamini saja. Sumpah, untuk urusan hitung menghitung saya sangat dodol sekali. Kecuali menghitung uang [mungkin].

Lagi, keadaan yang katanya well educated itu membuat sebagian orang mengesankan bila orang tua saya adalah orang yang snob and strict. Menanggapi itu, mungkin memang ada benarnya. Kedua orang yang membesarkan saya berbackground pengajar.

Terutama babeh saya, dia sudah makan asam garam jadi dosen tapi buntutnya nyemplung ke dunia publishing. Yang terakhir akhirnya melancarkan saya nyemplung ke bidang yang sebelas duabelas lah.

Awalnya, saya melihat babeh masih menerapkan pola ngedosen di publishing. Tapi lama-lama enggak juga. Bahkan lebih terlihat kekinian. Gaya-gaya mengerjakan sesuatu kini sudah seperti anak muda saja. [Tapi tampilannya tetap old sih hehehe].

Bagaimana dengan emak saya?. Sebenarnya emak saya pekerja seni. Tapi entah kenapa agak malu-malu mengakuinya. Jadinya malah terkesan snob and strict itu tadi. Padahal hati kecilnya saya tahu kalau jiwa seninya masih berkobar di usia yang sudah kepala 5.

Hmm, apakah well educated equals snob and strict? Hohoho…masih teka-teki besar yang mulai terkuak perlahan lahan!

0 comments: