Hijau itu menyejukkan, namun oranye juga tidak lantas berarti memabukkan. Aku berjalan, aku pergi dan selalu menemukan padanan keduanya. Aku melihatnya sebagai suatu penanda dari-MU. Repetisi ini bukanlah suatu kebetulan. Ketika diri menangkapnya sebagai suatu simbol kebaikan, biarkan Ia membukakan jalan.
Random shot, showin' green and orange ^_^
Semua seolah begitu menyentak, saat sedang berada dalam rasa yang [jauh] dari tenang, entah mengapa justru dua warna maut [hasyah] ini semakin terus bermunculan di depan mata. Dari mulai objek-objek besar hingga yang tak terduga sekalipun.
Tidak perlu menunggunya untuk muncul, karena hal yang paling menjemukan adalah menunggu. Walau kadang [diakui] mendebarkan. Ketika menyembul, tak perlu mendekat, mata seolah sudah diarahkan. Titik seukuran semutpun bisa kelihatan.
Muncul di saat gelisah, pipi basah [karena cucuran air dari mata, kening dan seluruh penjuru tubuh lainnya #eh] namun jelas ibarat es batu di saat panas tak terkendali, sungguh suatu yang sangat dinanti.
Dalam langit hati yang kerap sulit ditebak, tersungging harap akan senyum dan kehangatan. Bosankah dengan repetisi-repetisi ini? Ah semoga tidak ya!
Sunday, December 4, 2011
Thursday, November 3, 2011
A Month to Remember
Ketika #dia menorehkan tweet (dalam kalimat mesranya menjadi tuit *aish*) 'November, a Month to Remember beberapa hari lalu, saya langsung terdiam. Kenapa? Ya saya yakin akan banyak hal besar yang terjadi di bulan ini. Banyak..sebanyak kumpulan 'utang' (baca tulisan-red) untuk berbagai pihak (alibi biar dibilang eksis di dunia tulis menulis), yang harus diselesaikan.
Semuanya terasa seperti keajaiban, tapi kini saya semakin yakin bila hal-hal 'ajaib' bukan suatu kebetulan. Selalu ada sebab untuk akibat. Dan sama juga dengan berbagai urusan dalam kehidupan. Mulai dari pekerjaan sampai hubungan ehm, percintaan.
Yap, sebelumnya saya sering lebih percaya akan kebetulan. "Ah kebetulan saja lagi sial," "Ah kebetulan saja lagi bisa," dan gumaman-gumaman lain yang dianggap sebagai pembenaran dari sebuah kebetulan yang sama sekali hanya rekaan.
Semua manusia punya film, seperti kata Rocket Rockers, 'Hidup Ini Adalah Film Terindah Sepanjang Masa'. Siapa yang membuat film itu? Tentu sang Kuasa Pemilik Jagat Raya atau yang biasa saya tulis sebagai Boss of The Universe. Setiap film, sesampah apapun produsernya pasti ada skenarionya. Apalagi untuk yang kreatornya sedahsyat ini.
Bulan lalu saya banyak ditimpa kejadian tak mengenakkan. Dari harus mencium bau rumah sakit hingga merasakan ditikam belati dari belakang. Nyish! Sempat dongkol, tapi kembali sadar bila segala sesuatu yang manis (seperti makanan kesukaan saya) sampai yang pahit dan kecut (layaknya bau keringat si penulis*eh) adalah bukan suatu kebetulan. Sudah ada plotnya, dan mengutukinya tentu hanya akan menimbulkan masalah baru.
Untunglah, saya diketemukan dengan orang-orang hebat di sekitar saat situasi diri sedang oleng bak diterjang badai. Selain tentunya #dia yang selalu memberikan dukungan terbesarnya dengan cara-cara uniknya yang membuat saya selalu bangga berdiri di sampingnya.
Terkadang rasa malu dan takut memang membendung segalanya. Saya takut untuk periksa sampai akhirnya harus dipaksa #dia padahal untuk kesehatan saya. Namun tetap, keyakinan tidak bisa digoyahkan. Rasa tetap tak berubah [meski segudang kelelahan tersirat].
Perlahan, #dia semakin mengetahui banyak hal tentangku. Dan hebatnya meski kekuranganku masih kerap menyembul-nyembul, selalu ada celah untuk mendorongku memperbaikinya.
Ketika aku mulai lelah, #dia yang memberikan pijatan terbaiknya. Namun juga memecut punggungku jika aku mulai menyebalkan. Dipecut memang sakit, tapi seperti yang dibilangnya 'Semua ini demi kebaikan kamu," dan akupun mengiyakannya dalam hati.
Saat selesai mengolahragakan jari, aku mencoba meliriknya. Dia tersenyum seraya mengusap kepalaku yang rambutnya sudah mirip bonsai. "Kamu bisa,sayang kalau semuanya menjadi sia-sia," katanya.
*Setiap kemarahannya menandakan #dia semakin menyuntikan rasa [sayang] kepadaku. Dan ketika tidak ada lagi ekspresi kesal di mukanya, maka itulah saat aku akan merasakan kebahagiaan yang amat sangat*
Semuanya terasa seperti keajaiban, tapi kini saya semakin yakin bila hal-hal 'ajaib' bukan suatu kebetulan. Selalu ada sebab untuk akibat. Dan sama juga dengan berbagai urusan dalam kehidupan. Mulai dari pekerjaan sampai hubungan ehm, percintaan.
Yap, sebelumnya saya sering lebih percaya akan kebetulan. "Ah kebetulan saja lagi sial," "Ah kebetulan saja lagi bisa," dan gumaman-gumaman lain yang dianggap sebagai pembenaran dari sebuah kebetulan yang sama sekali hanya rekaan.
Semua manusia punya film, seperti kata Rocket Rockers, 'Hidup Ini Adalah Film Terindah Sepanjang Masa'. Siapa yang membuat film itu? Tentu sang Kuasa Pemilik Jagat Raya atau yang biasa saya tulis sebagai Boss of The Universe. Setiap film, sesampah apapun produsernya pasti ada skenarionya. Apalagi untuk yang kreatornya sedahsyat ini.
Bulan lalu saya banyak ditimpa kejadian tak mengenakkan. Dari harus mencium bau rumah sakit hingga merasakan ditikam belati dari belakang. Nyish! Sempat dongkol, tapi kembali sadar bila segala sesuatu yang manis (seperti makanan kesukaan saya) sampai yang pahit dan kecut (layaknya bau keringat si penulis*eh) adalah bukan suatu kebetulan. Sudah ada plotnya, dan mengutukinya tentu hanya akan menimbulkan masalah baru.
Untunglah, saya diketemukan dengan orang-orang hebat di sekitar saat situasi diri sedang oleng bak diterjang badai. Selain tentunya #dia yang selalu memberikan dukungan terbesarnya dengan cara-cara uniknya yang membuat saya selalu bangga berdiri di sampingnya.
Terkadang rasa malu dan takut memang membendung segalanya. Saya takut untuk periksa sampai akhirnya harus dipaksa #dia padahal untuk kesehatan saya. Namun tetap, keyakinan tidak bisa digoyahkan. Rasa tetap tak berubah [meski segudang kelelahan tersirat].
Perlahan, #dia semakin mengetahui banyak hal tentangku. Dan hebatnya meski kekuranganku masih kerap menyembul-nyembul, selalu ada celah untuk mendorongku memperbaikinya.
Ketika aku mulai lelah, #dia yang memberikan pijatan terbaiknya. Namun juga memecut punggungku jika aku mulai menyebalkan. Dipecut memang sakit, tapi seperti yang dibilangnya 'Semua ini demi kebaikan kamu," dan akupun mengiyakannya dalam hati.
Saat selesai mengolahragakan jari, aku mencoba meliriknya. Dia tersenyum seraya mengusap kepalaku yang rambutnya sudah mirip bonsai. "Kamu bisa,sayang kalau semuanya menjadi sia-sia," katanya.
*Setiap kemarahannya menandakan #dia semakin menyuntikan rasa [sayang] kepadaku. Dan ketika tidak ada lagi ekspresi kesal di mukanya, maka itulah saat aku akan merasakan kebahagiaan yang amat sangat*
Monday, October 31, 2011
#Dia dan Do'a
Lubang di jalanan lurus yang licin kerap membuat orang terpeleset. Srooot...sakit lah. Tak kalah rasanya dengan saya yang ski di trotoar atau carport depan kos akibat sendal tak bergerigi tetap dipaksa mengalas kaki.
Lagi-lagi jalanan makan korban. Orang kesayangan si pengukur jalan harus menelan ludah akibat kesalahan memilih jalan. Saat jatuh, tak tertangkap lagi dan tentunya biru sudah bekasnya.
Lama #dia harus tidur berbalut kalut. Semakin mencoba berlari namun ada yang tercerabut. Begitulah setidaknya yang kutangkap. Jauh sakit, mencoba mendekat takut terjerat.
Tak hanya lebam-lebam yang harus ditanggungnya. Pisau yang ditikamkan kepadaku oleh bayangan masa lalu ternyata tembus ke #dia. Alhasil luka yang dirasanya menjadi semakin perih.
Aku tak kuasa lagi menahan tikaman-tikaman dari belakang itu. Bagaimana tidak, lebih baik dihantam bertubi-tubi daripada harus ditusbol, eh ditusuk dari belakang.
Ibarat belajar berseluncur dan saat sudah mulai meluncur dan tiba-tiba didorong orang dari belakang dan terjerembab. Mau bangun saja susah. Dan akhirnya, hanya menatap yang menjatuhkan dengan tatapan nanar.
Tak sadar bila yang kulakukan malah semakin memperlebar luka, aku lupa. Obat luka bukan kembali dijerembabkan ke lubang yang lebih dalam. Tapi diam dan niscaya pisau akan menghujam musuh tanpa perlu tatapan tajam.
Sembari masih bergulingan di arena seluncur yang mendadak berubah menjadi ring tinju dengan kepala belakang bonyok, aku berdiri perlahan. Merintih dan mencoba duduk seraya mencoba tersenyum agar tak ada yang tahu aku sedang luka.
#Dia mencoba berbagai cara, dari mencoba duduk bersama namun ternyata tak cukup mengobati luka. Saat belum kering, dan tak sengaja tergores, lagi-lagi semua menjadi dingin es. Aku yang baru berhasil berdiri mendadak lemas ibarat makhluk kurang vitamin.
Keringat dingin menjadi teman kala terbangun di pagi buta. Berharap-harap cemas akan ada suatu titik dimana semua bisa kembali dan bukan sekedar mimpi. Mungkinkah, ditengah jalanan yang dilalui #dia dengan banyak cabang?
Apakah aku harus berlari? Sungguh, ini bukan solusi pengisi hari. Entah kenapa, meski harus berjalan terpincang-pincang masih ada keyakinan bila suatu hari bisa berjalan lurus lagi.
Braaak, vas bunga berlapis emas di bagian dalam yang sempat berkeping-keping kurekatkan kembali.Pelan dan harus penuh kesabaran. Menyatukan belahan memang tidak mudah, namun kuyakin semua akan lebih indah.
*Setidaknya aku kini bisa merasakan sebuah harapan akan mimpi indah. Mimpi boleh gratis, tapi harus ada pelatuk yang menarik agar bisa terlontar ke sana. Agar tidur tak lagi menyeramkan. (Dan itu #dia). Satu yang tak boleh kulupa, do'a untuk #dia dan (kita)*
Tuesday, October 25, 2011
Ketika Mengingat Setelah Hidup
Pekerjaanku masih menanti, hati sedang tak terkendali, jemari sibuk menari-nari
Pikiran berlari, tak peduli rasa sakit terus menggerogoti
Tak mau kumembuat ada yang terbebani
Semua harus tahu bila aku baik-baik saja
Senyumku harus tetap mengembang meski saluran tak lagi berfungsi mulus
Ketika kuning cerah cerah berubah bercampur darah
Bila tiba waktunya nanti
Sewaktu lidah tak lagi mampu merasa
Mata tak lagi mampu memilah warna
dan pikiran tak lagi bisa menganalisa
Pasukan hitam hitam datang
Menghantarkan ke titik penuh intrik
Apakah itu lebih pelik?
Masihkah akan ada rasa?
Meski diri divonis dengan sinis
Tiketmu sudah out of date...
*Sebuah ode pengingat bila kita akan tersengat lalu menjadi penghuni liang lahat*
Pikiran berlari, tak peduli rasa sakit terus menggerogoti
Tak mau kumembuat ada yang terbebani
Semua harus tahu bila aku baik-baik saja
Senyumku harus tetap mengembang meski saluran tak lagi berfungsi mulus
Ketika kuning cerah cerah berubah bercampur darah
Bila tiba waktunya nanti
Sewaktu lidah tak lagi mampu merasa
Mata tak lagi mampu memilah warna
dan pikiran tak lagi bisa menganalisa
Pasukan hitam hitam datang
Menghantarkan ke titik penuh intrik
Apakah itu lebih pelik?
Masihkah akan ada rasa?
Meski diri divonis dengan sinis
Tiketmu sudah out of date...
*Sebuah ode pengingat bila kita akan tersengat lalu menjadi penghuni liang lahat*
Sunday, October 23, 2011
Soonday Lovely (S.U.N.D.A.Y)
It's Sunday and Soonday...
Tik tik tik tik jemari kembali beradu di atas tuts. Sudah seminggu tak membersihkan kapal tempur yang mulai berdebu. Srot,srot sroooot *apaaan sih*
Berawal dari berangkat pagi ke Utara ibukocrit bersama sang belahan jiwa. Begitu segar padahal semalaman juga baru merampungkan beberapa lembaran halaman. Kali ini kami pergi tanpa dihujani sahut-sahutan klakson dan tak ada hadiah jalanan macet yang membuat hari-hari semakin mendebarkan.
Meski sudah beberapa kali liputan di mallnya Indonesia itu (translasi mentah-mentah seorang sarjana sastra yang ugal-ugalan), tetep aja pake nyasar-nyasar. Tapi akhirnya ketemu juga sih tempat yang dituju.
Sembari menyantap roti itali yang dikemas dengan Indonesia banget (saya yakin kalau yang versi original gak bakal kayak gini rasanya) saya memandangi keluarga metal muda di hadapan saya. Ya mereka teman-teman juga sih..teman jauh yang sekarang jadi dekat hihi.
Ya saya dan pasangan sangat mengapresiasi keluarga muda ini. Talented husband and wife with little rockin kid dah. Seharian kami habiskan dengan makan, ngopi sambil mengasuh buah hati keluarga muda yang luar biasa.
Pertemuan yang rasanya singkat hari ini. Ditutup dengan pembicaraan untuk membuat 'sesuatu'. Really kali ini bukan kata-katanya neng Syahrono ya..tapi tunggu saja, bukan semangat muda namanya kalau tidak penuh ide haha.
Perjalanan saya dan pasangan masih belum berakhir pasca family day dadakan yang super menyenangkan tadi. Disambung dengan belanja yang luar biasa. Maklum begitu banyak listnya sih...dan memang sudah diimpi-impikan dia dari seminggu yang lalu.
Dan entah kenapa, belanjaannya kali ini terasa berbeda. Bukan kuantitasnya ya. Tapi isinya...lebih...ah lebih...ahhhhhhh...saya kehilangan kuasa ketika berbagai rasa membuat jemari terpaku kaku.
Sungguh suatu keajaiban. Akhir pekan yang sangat menyenangkan dan tak ingin
hari ini berlalu. Seandainya saja baterai jam dicopot dan waktu tak bergulir...*aish, jadi curcol*
Sunday, October 16, 2011
Kicau Hijau di Jumat Petang
A Memory for 14th of October 2011-Friday Afternoon 17.38
Entah kenapa tangan saya basah sampai membutuhkan berlembar-lembar tissue untuk menulis tentang hal yang satu ini. Berdebar-debar tak seperti biasanya ketika saya menggoreskan seutas kata di kertas digital di layar 24 inci yang setia menemani saya bersama 'pena dan tinta' [baca Key dan Mouse kesayangan].
Ini bukan sekedar kisah saya, tapi juga pasangan [hidup] saya dan perjalanan panjang akan sebuah pencarian. Sementara bagi dia, ini adalah sebuah memori mengenang perubahan yang besar. Sebelum saya semakin meracau tak terarah, tirai dibuka, penonton masuk dan sayapun akan mendongeng *loh.
Suatu siang yang panas dan sambil bermandi keringat setelah berlarian naik turun empat lantai ponsel usang saya berdering. SMS! Dan isi pesan singkat 160 karakter itu adalah..."Ai..apakah kamu berharap aku pake jilbab dalam waktu dekat?," katanya di seberang sana.
Sontak aku terpaku. Bingung mau menjawab apa. Aku menebak-nebak, apakah ini lagi-lagi berkaitan dengan masa laluku yang dia ingin tahu sementara aku sendiri sudah menguburnya? Lalu kujawab dengan diplomatis "Aku enggak akan memaksa kamu,". Walau jawabannya sedikit enggak nyambung dengan pertanyaannya. Dia kembali bertanya "Tapi berharap?". Jemariku bergetar, tuts keyboardku yang biasanya sangat empuk menjadi seolah sekeras batu dan akhirnya dia berujar "Kalau niatku jelas ada. Bahkan aku pernah setahun pake waktu masih di Bali. Kecuali di kantor," katanya di jendela instant messenger.
Aku kembali diam, keyboardku masih beku. Lagi-lagi dia menyahut seolah tidak memberiku jeda untuk menanggapi cerita panjangnya. "Aku belom bisa janji kapan, doain aja ya,"sambungnya lagi. Entah kenapa aku hanya membalasnya dengan tanda :) [smile emoticon] yang notabene punya jutaan arti.
Obrolan terhenti sejenak karena kami sibuk dengan aktivitas harian kehidupan urban. Namun pikiran itu masih menggelayuti. Entah kenapa, aku membuka kembali email-email lama ketika kami pertama berbincang. Dan, oh my Gosh! Foto diri pertamanya yang dikirim ke emailku adalah fotonya yang berhijab [meskipun baru coba-coba]. Kaget! dan foto itu tidak dipublishnya di jejaring sosial manapun. Anehnya di tengah koneksi internet yang naik turun menjelang hari raya, pada saat membuka foto itu mendadak koneksi lancar bak jalan tol.
Hanya beberapa hari setelahnya, Irene menunjukkan hoodie, jilbab, rok panjang dan ciputnya. Aku bertanya setengah memastikan "Bisa lah, dulu aku setiap hari pakai ini," katanya. "Mau liat?" sambungnya setengah ketus. Tiba-tiba dia memakai jilbabnya, "Sayang gak ada peniti. Jadinya gak rapih," katanya.
Hari besoknya, tiba-tiba ia kembali berkata di instant messenger "Apa kamu mau kalau aku pergi pakai baju tertutup?" katanya. Aku lagi-lagi hanya menjawab dengan emoticon :) "Nanti aku beli dulu kerudung-kerudung polos biar bisa dipake setiap pergi," katanya.
Sehari berselang, kami pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang [nyaris] bangkrut di ibukota. Lalu aku iseng bertanya "Jadi nyari hoodie?" Dia hanya diam. "Nggak jadi yaa" kataku. "Jadi kok, nanti aku cari sendiri aja," katanya.
Besoknya, badai menyambarku. Rasa sakit ketika buang air kecil selama empat bulan membuat aku menyerah dan akhirnya membuat Irene harus rela berjibaku dengan macetnya jalan sampai akhirnya mengantarkan aku ke rumah sakit dengan diagnosa adanya pasir di ginjalku.
Dua hari bedrest, aku mulai jenuh dan menguatkan diri untuk mampir ke supermarket dekat tempat Irene tinggal. Aku melirik deretan jilbab dan pernak-perniknya. "Ah hijau, pasti cocok sama hoodienya," gumamku. Tanpa berpikir panjang aku langsung membelinya, plus sebungkus peniti dan ikat rambut. Tentunya tak lupa minta dibungkus kertas kado berwarna hijau kesukaan kami.
Sorenya, tentu Irene kaget tiba-tiba ada kado dengan bungkusan hijau. Aku berdebar, takut dia tersinggung kenapa mendadak aku membelikannya jilbab. Tapi ternyata tidak "Besok aku pake yah," jawabnya santai.
Jumat pagi, Irene masih berbusana khasnya setiap berangkat ke kantor. Namun tiba-tiba dia SMS. "Nanti bawain rok panjang item, hoodie ijo, baju item sama kerudung dan dalemannya ke kantor ya. Aku mau ganti di kantor," katanya.
Akhirnya matahari Jumat sore nyaris tenggelam dan aku menghampiri kantor Irene sebelum masa mendebarkan session 2 di RS untuk cek hasil lab [yang ternyata negatif]. Namun kejutan hari itu adalah Irene keluar kantor dengan jilbab lengkap.
Malu-malu, canggung atau apapun aku yakin pasti menghinggapi hatinya. Di tengah jalan Irene nyeletuk "Aku malu, rasanya kurang pantes aja," katanya. Namun suatu hal yang tak diduga, ia nampak seperti sudah biasa tampil dengan busana serba tertutup seperti itu. Kami sempat mampir makan di resto fast food tak jauh dari RS. Ada yang beda darinya. Kenapa ia menjadi jauh lebih lembut. "Kok jadi lebih kalem?" tanyaku "Efek psikologis," jawabnya.
Setelah mengabadikan foto kami berdua, mampirlah kami ke tempat Salon ketika dulu Irene harus menyewa kebaya untuk urusan kantor. Kami berbincang cukup lama mengenai 'kelebihan' yang ada dalam diri manusia. Termasuk kami bertiga. Namun satu kata yang terkenang sebelum pulang darinya untuk Irene adalah "Cantik, mukanya bercahaya seperti bulan," katanya.
Entah kenapa, sepanjang perjalanan pulang aku melihat muka Irene seolah mengeluarkan cahaya. Ia hanya berujar "Kalau sering disiram air wudhu dulu juga suka begini," DEG! Aku hanya diam menanggapi ucapannya.
Sabtu kemarin Irene memposting semua foto-foto berjilbabnya ke situs pertemanan terpopuler saat ini. Tidak ada tanggapan yang buruk. Semuanya baik, terlebih dari sahabat-sahabatnya yang begitu mendukungnya. Lalu di tengah perbincangan via instant messenger dia bilang "I will wear scarf for good," Aku yang sedikit kebingungan memintanya untuk menuliskan dalam deretan kata yang lebih simple. "Aku akan memakainya selamanya," katanya.
Sabtu malam aku membelikannya sehelai kerudung putih dan beberapa manset [karena stok baju panjangnya masih terbatas] dan mengantarkannya ke kantor untuk dipakainya sebelum pulang. Entah kenapa, begitu berdebar saat memberikannya. Terlebih saat melihat ia memakainya. Dan sore itu Irene mengirim SMS "Aku akan memakai hijab terus, mulai sore ini hingga besok dan besok dan besok," katanya.
Pagi tadi, sebelum berangkat Irene sempat ragu untuk memakai hijab ke kantornya. Namun keyakinan dalam hatinya sudah tak tergoyahkan lagi. Untuk pertama kalinya Irene memakai hijab lengkap ke kantornya. Dengan resiko terburuk DILARANG dan ia harus angkat kaki dan kehilangan pekerjaan.
Namun ia tidak gentar. Tetap masuk kantor dan tak beberapa lama berselang Irene mengirim pesan singkat "Alhamdulillah. Tadinya sempat dilirik aneh. Tapi sesudahnya boss bilang "So this is the new you? and Hello, sambil senyum," katanya. Lalu terakhir di jendela IM ia berkata "Tadi Boss ngelihat aku lagi, dan gak keberatan, Subhanallah,".
Perbincangan-perbincangan kami di instant messenger seputar penampilan barunya, perubahan besarnya hari ini terus berlanjut hingga detik ini saya menuliskan kalimat akhir untuk cerita ini yang juga merupakan quote dari pasangan hidupku.
"Aku tidak menunggu rajin shalat untuk menutup auratku. Tapi hijabku yang menuntunku untuk tak lagi meninggalkan lima waktu dan selalu mengingatNya," -Irene Bernadette- (Muallaf sejak 2009, hijrah sejak menemukan kedamaian ketika mendengar gema adzan, terenyuh ketika mendengar alunan ayat suci Al-Quran dan melihat jamaah muslim shalat. Penggemar musik-musik cadas, penyuka makanan manis, penulis [untuk beberapa celah dunia maya yang patut direcoki dan blog pribadi] dan bekerja untuk tujuan kemanusiaan)
Friday, October 14, 2011
[Kembali] Diingatkan
Saya seorang yang kerap lupa. Terlebih kalau sudah 'tenggelam' dalam suatu rutinitas yang tak jarang hanya menjadi alasan untuk tidak mengingat bila banyak hal yang menjadi sering terlupakan.
Beberapa hari lalu saya diterjang badai [sakit-red] sampai harus dibawa ke tempat yang paling tidak saya sukai. Beberapa hari hanya berhadapan dengan kasur dan saya begitu bersyukur karena pasangan jiwa menyelamatkan saya dari kebosanan akut pasca divonis harus istirahat.
Lupa akan saya manusia biasa yang bukan highlander. Badan terlalu ringkih bak gelas kaca murahan yang sekali sentil langsung pecah. Namun rasa tidak peduli membuat saya seolah ksatria urat baja yang siap menerjang badai.
Sore tadi hasil lab terakhir keluar. Semesta mengirim pesan bila saya sudah terlalu lelah berpadu dengan konsumsi aneka zat yang jauh dari kata sehat. Beruntunglah saya masih diberi kesempatan untuk tidak harus merasakan [sakit] yang lebih dair rasa saat ini.
Satu hal yang mungkin saya juga lupa. Boss of The Universe. Ya, betapa saya terkadang lupa akan berbagai nikmatnya. Dan boleh jadi, saya kurang bersykur atas segala yang diberikanNya.
Terkadang saya menganggapnya sebagai 'bel' sebelum pergantian usia. Ya, bulan depan jatah hidup saya akan kembali berkurang. Sedih, karena banyak hal belum berhasil saya bawa ke titik maksimal.
Lagi-lagi saya diingatkan, bila kini saya memiliki pasangan hidup. Dia luar biasa. Semangatnya, keyakinannya dan banyak hal lainnya membuatku banyak berkaca darinya. Sungguh suatu kenikmatan yang tak terbayar dan tak tergantikan setelah sebelumnya selalu berbuah kemuakan-kemuakan.
Hari ini satu jawaban dari sepenggal harapan masa lalu kembali terungkap. Terimakasih untuk *dia* dan Boss of The Universe yang telah banyak mengingatkan saya.
Thursday, October 13, 2011
Melawan (Rasa) Takut
Sudah empat bulan rasa sakit itu menghinggapi. Namun tidak terlalu kupedulikan. Pertama takut, kedua memeriksakan kesehatan di negeri antah berantah ini sama saja dengan menguras isi kocek yang selalu kembang kempis.
Hingga hari itu, aku merasa tak kuasa lagi menahan sakitnya, alhasil aku menyerah dan berkata pada pasangan hidupku bila aku memang sedang didera kondisi yang paling tidak menyenangkan dalam hidup. Namun dia tetap membesarkan hati, dan melawan rasa takut yang selama ini menyelimuti.
Dengan penuh kesabaran, dia menembus jalanan yang kian hari kian nampak bak setan di musim hujan. Tak ingat lagi makan meski perut keroncongan dan pusing yang melanda akibat segudang kerjaan. Yang dia lakukan hanyalah secepat-cepatnya memacu kendaraan agar bisa membawaku cepat sampai rumah sakit tujuan.
Perjalanan yang penuh kepadatan manusia-manusia urban yang ingin segera sampai ke hunian membuatku tak tega melihatnya berjibaku dengan situasi penuh tekanan yang membuatnya semakin penat. Namun aku begitu yakin, dia tak tega membuatku harus menahan sakit lebih lama lagi.
Sampai di rumah sakit, ketakutanku semakin menjadi. Masalahnya rumah sakit di negeri ini tidak sesuai dengan asal katanya (berkali-kali aku menggerutu) dan dia selalu menjawab dengan tenang (ya sudah mau gimana lagi) *toh yang penting bisa ketahuan sakitnya*
Perasaan semakin tak karuan ketika berbincang dengan dokter. Apakah ini yang disebut pelayanan publik? Hingga ketika sekedar menanyakan jadwal prakteknya saja harus membaca sendiri? Plus bagian pembayaran yang tak kalah 'ramahnya'.
Akhirnya tiba giliran pengambilan darah malam itu. Aku memintany untuk tetap menemani. Alasannya? Takut (lagi) setelah sekian lama tidk berhadapan dengan benda bernama jarum suntik, dan dia tersenyum simpul seolah adalah hal yang memalukan bila aku menjerit (dan untungnya tidak).
Ia rela meninggalkan aktivitas mengepulkan dapur demi memastikan aku baik-baik saja. Seems like sense of mothercare. Rasa takutku berangsur berkurang. Setidaknya aku menghadapi semuanya tidak sendiri. Tapi bersamamu. Seperti yang pernah kutulis sebelumnya, ia benar-benar luar biasa.
Monday, October 3, 2011
Ragu Menyerbu Raga, Ingatlah Rasa dan Asa
Rasa ragu menghinggapi? Rasanya adalah suatu hal yang sangat-sangat wajar. Terkadang bercampur dengan rasa takut disusul keringat dingin dan alhasil pikiran menjadi tak karuan.
Sudah kesekian kali saya dihinggapi rasa ragu bercampur takut. Dari jaman belajar naik sepeda (dan berujung jatuh dengan sukses plus luka-luka yang bekasnya tak bisa hilang), disambung tes loncat indah (yang alhasil baru berhasil loncat setelah didorong orang). Sampai terpeleset dengan sukses dari motor (entah berapa kali) dan sempat banyak ragu-ragu lagi lainnya.
Tak hanya di aktivitas motorik, saya juga sempat ragu dengan kemampuan saya meramu kata. 10 tahun lalu ketika aktivitas menulis masih saya tampik dan tidak terpikir untuk menjadikannya jalan hidup. Berbagai pendapat terlintas di pikiran bawah sadar saya. Pujian dari orang-orang di sekitar hanya menjadi angin lalu dan saya masih merasa 'ini bukan jalur saya'. Dengan berbagai pembenaran-pembenaran lain.
Imajinasi masa lalu saya adalah membuat rilisan musik atau visual. Bukan rangkaian kata. Sehingga ketika buku pertama saya selesai, rasa ragu kembali menghampiri saya. Apakah saya cukup qualified untuk membuat suatu rilisan (dalam bentuk tulisan)?
Keraguan bisa jadi muncul dari rasa anti atau enggan. Saya sempat memandang anak kecil sebagai tayangan horror. Segenap keraguan muncul ketika order membuat buku untuk anak menghampiri. Yang saya lakukan hanya satu. Dulu saya pernah menjadi anak-anak dan mengingat-ingat rasa di masa masih tidak berpikir bahwa hidup akan dihadapkan dengan banyak masalah dan menulislah saya (dengan sepersekian persen rasa keraguan bila hasilnya akan layak diapresiasi anak dan orang tua yang membacanya)
Namun keraguan yang bercampur rasa takut itu malah menghantarkan saya ke dunia lautan kata, sumur halaman yang tak pernah berhenti pasokannya. Perlahan rasa ragu itu pudar dan berganti menjadi rasa senang bercampur bangga.
Saya akhirnya duduk, sendiri mencoba meretas pikiran akan asal dari sebuah keraguan. Apakah kejadian di masa lalu? Ketakutan akan kegagalan (terlebih jatuh yang menyakitkan)? Saya merebahkan badan, menatap ketinggian yang sempat membuat ragu bila saya mampu melewatinya di masa lalu. Menatap halaman-halaman yang telah terjild dengan rapi dan akhirnya meminta petunjuk-Nya. Akhirnya sebuah keyakinan menyeruak, menghapus keraguan dan menuntun saya untuk tidak ragu apalagi takut.
Sebulan lebih ini, ada sosok yang membuat saya kian mampu menghapus rasa ragu dan tak lagi takut tersungkur. Cambukannya, ketegasannya dan sikapnya yang selalu menolak untuk mengucapkan kata BISA ibarat penghapus permanen dari sebuah kata ragu. Bercampur rasa, saatnya meraih asa dengan langkah berbarengan.
Menyentil Kutil
Tak perlu repot membuat video jedag jedug pantura untuk menaikkan pamor dan sukses menjadi bahan pembicaraan banyak mulut. Cukup dengan memiliki kutil saya yakin, perbincangan akan mulai menyeruak. Dari yang sekedar memandang sekilas, melihat sinis ataupun berkomentar sarkastis.
Ah, bagaimana bisa? Bukankah kutil 'hanya' serupa bisul di tangan, kaki, ketiak, selangkangan atau bagian-bagian lainnya? Oh tidak, dari kacamata saya yang min dan pasangan saya yang plus, kutil memiliki makna yang jauh lebih luas dari sekedar benjolan sebesar biji jagung.
Namanya kutil adalah penyakit. Tidak ada penyakit yang tidak mengganggu. Jelas, tidak akan sembuh begitu saja bila didiamkan. Untuk urusan yang satu ini, tak jarang bahkan harus sampai dioperasi dalam waktu yang super lama. Rasanya masih membekas di ingatan soal manusia kutil (dan saya berkali-kali liputan, mengambil gambar dan mengajak si manusia kutil berbincang untuk kebutuhan pemberitaan sambil menahan berbagai rasa yang menyeruak di kepala).
Sayangnya, mereka yang kulitnya mulus bak jalanan Jakarta yang ditinggal pendatang menjelang dan beberapa hari pasca Lebaran juga tanpa disadari memiliki kutil. Oh, bahkan pakar kesehatan kulit kenamaan pun tak akan mampu mengobatinya. HAH?
Saya cukup yakin bila kacamata saya selalu dilap setiap sudah mulai sedikit kotor. Begitupula dengan pasangan. Meski kadang kami masih suka menyisakan debu-debu di pojokan ruangan, selalu ada waktu untuk menyeka kacamata agar tak salah lihat.
Kutil-kutil dalam kacamata kami jelas tidak terlihat dengan mata telanjang. Semangat perlawanan adalah keyakinan yang membuat deretan kutil bisa terlihat hampir setiap kaki berpijak. Tak peduli muka tertutup topeng sekalipun, tetap akan menyembul dan membuat jemari gatal untuk tak menyentilnya.
Kenapa hanya menyentil? Rasanya tak perlu mengepalkan tinju untuk sekedar mem
bersihkan kutil. Bukankah sentilan pun bisa mengeluarkan efek rasa perih dan sakit yang luar biasa? Lagipula, menyentil bisa dari jarak jauh (dengan menggunakan karet) dengan objek yang acak. Masalah reaksinya? Toh yang terkena juga hanya tersentil.
Berkutil boleh jadi 'hanya' masalah kecil. Namun bila tersentil dan perih, tutupi dengan tisu basah (yang pastinya beralkohol dan akan menyembuhkan luka). Tak perlu pula merasa terusik dengan penyentil. Atau kecuali masih ababil?
Yah, selama kacamata kami masih (dan akan selalu) bersih, rasanya tidak ada alasan untuk berhenti menyentil kutil.
*Gambar sengaja diganti dengan model bangunan agar tidak merusak selera makan dan numpang izin pada pemilik foto asli
Sunday, October 2, 2011
Solar Lunar Blar!
Ini bukan ulasan 'Men from Venus' and 'Women from Mars'. Kalau itu sih silahkan baca bukunya yang sudah berserakan di toko-toko buku terdekat. Lagian penulis ugal-ugalan seperti saya terlalu nista untuk menulis hal yang 'seserius' itu. Oh yes? *apasih*
Saya percaya akan sebuah koneksi pikiran yang berawal dari harapan atau (mungkin) angan-angan. Istilah kerennya sih katanya 'transfer pikiran' atau apalah yang sama sekali saya kadang sulit mencerna seperti pencernaan saya yang kerap gangguan ketika banyak pikiran.
Tapi tentunya enggak sembarangan sih (lagi-lagi ini hanya opini dangkal saya, maklum bila ada analogi Sempit tapi Dalam ataupun Dangkal tapi luas maka saya akan dengan senang hati memilih Dangkal tapi luas saja). Maksudnya enggak sembarangan tentu jalur pikiran yang bisa terkoneksi itu gak sembarangan bisa langsung terkoneksi antara si A dan si B yang sama-sama enggak kenal.
Untuk bisa melakukan itu, harus ada 'aliran' energi dari hati. Namun lagi-lagi bukan sekedar hubungan yang bisa membuat ini berjalan mulus.Yang mentransfer dan yang ditransfer harus berada dalam satu 'jalur' yang sama. Kutubnya boleh beda, karena jadinya akan tarik menarik.
Semua bisa berawal dari hal-hal sederhana. Mulai dari ketika rasa lapar menghinggapi dan terbayang ingin makan makanan X maka ketika pikiran itu bersatu dengan yang menerima pikiran di jalur yang sama maka akan ada pertemuan di satu titik meski tengah tak berdekatan.
Tentu nantinya berpotensi berlanjut ke proses transfer yang lebih kompleks. Seperti misalnya rasa yang jangan diacuhkan. Kalau hal-hal semacam ini dilawan, bisa jadi akan berantakan. Saya sudah pernah (bahkan belum lama ini) mengalami kondisi demikian.
Kalau ditarik lebih jauh lagi, mungkin ada hubungannya dengan Solar (tentunya bukan bahan bakar) dan Lunar. Dua kekuatan siang dan malam ini juga ada di diri pria dan wanita. Tak percaya, saya coba transfer lagi dan nantikan jawabannya 99.99% akan sama!
Tuesday, September 20, 2011
Hijau yang Berkicau
Entah dari kapan awal mula saya menyukai warna yang satu ini. Bahkan dulu sangat overkill, nyaris semua-muanya selalu memburu yang berwarna hijau. Dari apparel sampai periferal. Just click aja sama warna yang satu ini. Sebelum akhirnya mengingkari jati diri dan menemukan kegilaan yang lebih menjadi dengan warna hitam, merah dan putih!
Setelah cukup lama mematut diri, rasanya apparel hijau sudah tak lagi cocok dengan warna kulit yang semakin ehm gelap bagai malam yang tak kunjung habis ini. Dan lagi, hitam itu match untuk disandingkan dengan warna apapun.
Entah disengaja atau tidak, saya tetap mengumpulkan berbagai pernak-pernik warna hijau. Agak aneh sebenarnya, warna yang kurang cadas begitu kok bisa disuka. Dari mulai gelas, thumbler, shaker sampai cabinet dan (rasanya bukan kebetulan) kamar mandi juga serba hijau hehe.
Memang katanya, hijau membuat pandangan lebih sejuk dan mata kian adem. Saya tidak pernah secara lisan mengamininya. Tapi tanpa disangka, saya yang seharian selalu memandangi layar monitor selalu menyematkan berbagai pernik warna hijau. Meski itu sekedar bar, atau tambilan instant messenger atau wallpaper.
Tak diduga tak dinyana, pasangan saya juga suka yang hijau-hijau. Tentunya tanpa melupakan warna hitam. Ajaib? pastinya! Semakin yakin bila hijau adalah terapi. Serasa semua beban di kepala hilang ketika memandang warna yang satu ini.
Kesamaan ini membuat kami kerap menyengaja mencuri waktu untuk memburu segala sesuatu yang berwarna hijau. Dari pernak-pernik yang sukses menjadi penyambung rindu hingga minuman ringan yang rasanya sedikit melenceng dari warnanya haha! Hijau kini berkicau, dan juga berkilau :)
Ah, kok jadi pengen pisang hijau ya? *sluurrp.
Tuesday, September 13, 2011
Hutang di Lahan Pejuang
Gila, hutang saya semakin menggunung! Bukan, tentunya bukan rupiah ataupun dollar yang belum terbayarkan [dan semoga tidak demikian adanya]. Tapi dilanda banyak hutang tulisan dan bacaan.
Apakah saya terbebani dengan kutang, eh hutang-hutang itu? Saya menggeleng pasti. Tidak ada yang bisa mengerem hasrat menulis saya. Sekalipun tinta habis, kertas tipis apalagi hanya urusan kantong tiris. Selalu harus ada aktifitas menulis, atau mungkin nanti saya bisa kena sipilis [amit-amit].
Ah, saya semakin berhutang semenjak kepingan puzzle kehidupan saya ketemu. Kami memang sangat gila akan halaman, peramu kata, fetish dengan papan ketik untuk menciptakan aneka kolaborasi yang menggelitik dan unik.
140 karakter hanya menjadi jajanan dan tak pernah membuat perut kenyang. Walaupun jajanan sehat, tetap saja butuh nasi ala orang Indosnesos. Demi tuhan, kelaparan di malam hari itu sangat tidak mengenakkan. Ah dasar saya memang tukang lapar saja kalau itu.
Siang tadi benar-benar bolong dan panas. Matahari seolah tidak memiliki saringan payung sedikitpun, cus keringatpun berucuran. Jangan dulu mengeluh, di belahan ibu [kota] ini ternyata belahan jiwa saya semakin menunjukkan keperkasaannya. Hingga jarak tak lagi dirasakan untuk bertemu muka dan menghantarkan kudapan untuk mengisi perut yang sudah berteriak berbagai lagu.
Oh my gosh, ini benar-benar sesuatu yang sesuatu banget. Di kota yang konon begitu kejamnya ini, niat baik kepingan puzzle kehidupan sudah tak lagi mengenal batasan. Tak peduli arah mata angin, arus jalan yang tak menentu ibarat menembus badai tanpa pelampung.
Saya akan merasa tambah berhutang, ketika tak sempat menggores pena di kamar kecil ini. Rangkaian kata bisa menjadi kereta pengobat rasa. Sembari tentunya mencicil sedikit demi sedikit hutang bacaan. Seandainya membaca bisa secepat menulis barangkali saya akan memutar aktivitas untuk sementara, maka tanpa perlu ditanya akan segera menjungkir balikannya.
Wahai kepingan puzzle kehidupan, nantikan aku di halaman, serpihan kertas hingga daun-daun kering berisi tulisan yang [semoga] membuat ketagihan terus menerus.
NB:Maaf kalau krang panjang ya @blessedirene..mata sulit berkompromi :( bahkan sinkronisasi antar huruf dan mousepun tak lagi betul
Apakah saya terbebani dengan kutang, eh hutang-hutang itu? Saya menggeleng pasti. Tidak ada yang bisa mengerem hasrat menulis saya. Sekalipun tinta habis, kertas tipis apalagi hanya urusan kantong tiris. Selalu harus ada aktifitas menulis, atau mungkin nanti saya bisa kena sipilis [amit-amit].
Ah, saya semakin berhutang semenjak kepingan puzzle kehidupan saya ketemu. Kami memang sangat gila akan halaman, peramu kata, fetish dengan papan ketik untuk menciptakan aneka kolaborasi yang menggelitik dan unik.
140 karakter hanya menjadi jajanan dan tak pernah membuat perut kenyang. Walaupun jajanan sehat, tetap saja butuh nasi ala orang Indosnesos. Demi tuhan, kelaparan di malam hari itu sangat tidak mengenakkan. Ah dasar saya memang tukang lapar saja kalau itu.
Siang tadi benar-benar bolong dan panas. Matahari seolah tidak memiliki saringan payung sedikitpun, cus keringatpun berucuran. Jangan dulu mengeluh, di belahan ibu [kota] ini ternyata belahan jiwa saya semakin menunjukkan keperkasaannya. Hingga jarak tak lagi dirasakan untuk bertemu muka dan menghantarkan kudapan untuk mengisi perut yang sudah berteriak berbagai lagu.
Oh my gosh, ini benar-benar sesuatu yang sesuatu banget. Di kota yang konon begitu kejamnya ini, niat baik kepingan puzzle kehidupan sudah tak lagi mengenal batasan. Tak peduli arah mata angin, arus jalan yang tak menentu ibarat menembus badai tanpa pelampung.
Saya akan merasa tambah berhutang, ketika tak sempat menggores pena di kamar kecil ini. Rangkaian kata bisa menjadi kereta pengobat rasa. Sembari tentunya mencicil sedikit demi sedikit hutang bacaan. Seandainya membaca bisa secepat menulis barangkali saya akan memutar aktivitas untuk sementara, maka tanpa perlu ditanya akan segera menjungkir balikannya.
Wahai kepingan puzzle kehidupan, nantikan aku di halaman, serpihan kertas hingga daun-daun kering berisi tulisan yang [semoga] membuat ketagihan terus menerus.
NB:Maaf kalau krang panjang ya @blessedirene..mata sulit berkompromi :( bahkan sinkronisasi antar huruf dan mousepun tak lagi betul
Sunday, September 11, 2011
Perjalanan Belulang
Suka makan ayam, kambing, bebek atau hewan bertulang keras lainnya? Di dalamnya pasti tersisa belulang. Tulang itu oleh kebanyakan pengkonsumsi daging selalu disisakan di piring dan akhirnya masuk tempat sampah.
Miris. Padahal tanpa tulang belulang, aneka olahan daging mungkin tak akan senikmat yang kita sering rasakan saat ini. Tanpa tulang mungkin kaldu tidak akan membuat lidah menari-nari sampai lupa hari.
Belulang juga jarang diolah. Kerap hanya dibuang dan menjadi makanan binatang. Bahkan pemulungpun bisa jadi enggan memungut belulang karena tidak bisa membuat perut kenyang. Padahal tanpa belulang, bisa jadi olahan daging tidak pernah ada.
Salah satu tulang jatuh keluar dari tumpukan sampah yang akan diantarkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA-red). Berubahkah nasibnya? Dari yang tadinya ada di lautan sampah yang bau, kini ada di jalanan berdebu. Pilihannya adalah tergilas mobil yang melaju kencang, dijadikan mainan tendang-tendangan oleh orang gila dan beberapa manusia iseng. Atau yang terburuk menjadi makanan anjing.
Perjalanan keluar masuk lautan sampah tidak pernah menghantarkan belulang sampai ke TPA dan akhirnya dihancurkan. Ia selalu jatuh di jalanan. Entah plastiknya kepenuhan, atau truknya melebihi daya angkut.
Namun kali ini belulang itu beruntung. Saat terlempar dari kantong plastik pembungkus sampah dan kembali mendarat di jalanan, dengan wujud yang semakin kusam dan penuh debu ia diambil seseorang yang tengah menyusuri jalan.
Dimandikannya belulang itu, warnanya yang tadinya kusam kini berubah jauh lebih bersih. Ditempatkannya di kotak emas beralas busa berwarna merah bak perhiasan mahal. Si belulang itu akhirnya kembali tersenyum. Kini ia tak lagi seonggok tulang yang terserak dan berujung tragis, tak kalah dengan daging yang selalu mendapat senyum yang tersungging dari para omnivora.
Saturday, September 10, 2011
[Jatuh] Cinta//Lagu Cinta
Banyak orang mengasosiasikan saat-saat hati berbunga-bunga dengan lagu. Tidak ada yang salah sebenarnya. Toh selera musik bagi saya adalah urusan yang sangat-sangat personal. Mau dia dengar musik A, X, ataupun U pun bebas-bebas saja.
Namun sedikit mulai mengganggu ketika hujan grup vokal dan band yang mengusung C to the I and N ice T last for the A sebagai tema lagu-lagunya. Oh my gosh batin saya. Efek yang lebih parah adalah ketika banyak pasangan [umumnya para abegeh dan alayers] yang mencoba mencari-cari [dengan sedikit maksa] lagu-lagu yang pas dengan cerita percintaan mereka.
Dari lama saya mendamba, saat berjalan bersama pasangan tidak perlu lagi malu-malu untuk memutar lagu-lagu tensi tinggi. Ataupun dilarang oleh pasangan karena dianggap sesuatu yang enggak bisa dinikmati oleh telinga yang mendayu-dayu. Sungguh suatu hal yang menyiksa batin saya.
Seperempat abad lebih dua tahun dari hidup saya hingga rangkaian kata ini ditulis akhirnya membawa saya pada suatu jawaban akan sebuah penantian. Bagaimana tidak, saya sosoknya sebagai seorang lady rocker. Wih, gila batin saya ketika dia baru bilang sudah pesan presale Children of Bodom. Saya langsung membayangkan bagaimana rasanya pergi ke gigs dengan dia. Padahal waktu itu sebuah ikatan belum terlontar.
Perkenalan yang gila, obrolan-obrolan dengan detil kecil membuat kita sering membuat playlist yang *ehm* bertema hati penuh bunga warna merah jambu. Walau tidak mungkin membuat lagu-lagu metal menjadi soundtrack pengantar makan malam bersama, setidaknya kami punya beberapa referensi 'lagu cinta' yang tidak keliahatan dan tentunya terdengar begitu menye-menye.
Kami tidak memungkiri bila kami suka lagu yang bertema 'hati'. Tentunya dalam porsi yang pas dan ada ceritanya. Entah waktu menjelajah kehidupan di dunia nyata ataupun saat menjelajah ruang maya. Sayang saya tidak bisa mendendangkan sebuah lagupun dari
#np yang saya dan dia buat. Tapi inilah botol dan tutupnya. Saling mengisi, saling menghibur dan banyak lagi hal yang membuat saya kerap tersipu-sipu malu.
Dinyanyikan lagu'kisah perjalanan' oleh wanita tersayang? Oh betapa suatu hal yang sukses mendongkrak asa ke lapisan langit tertinggi dan turun perlahan-lahan hingga mendarat di kasur yang empuk. Nikmat sekali...
Sampai disini, masihkah yang begini pantas dijadikan komoditi? yang jelas lagu #np-Bloc Party-So Here We Are terus menggema di telinga, menemani saya yang sedang merasakan rindu di tengah mata yang terus meminta untuk terpejam barang beberapa jam.
Sunday, September 4, 2011
Bebaskan Batasan
Menulis buat saya ibarat kafein. Nikmat dan penuh candu. Beberapa hari saja tidak menyentuhnya maka bisa jadi efeknya tidak akan baik. Lemas jiwa, pikiranpun tak karuan.
Banyak orang merasa sedikit malu* dengan tulisannya yang [padahal] keren tapi karena penyampaiannya yang tidak menggunakan struktur yang lazim dianggap 'aneh'.
Come on readers, buka mata sedikit lebih lebar terhadap suatu permainan kata. Sebuah karya tulis boleh saja dikomentari dengan sinis. Namun yang membuat miris, sang komentator hanya sekedar comment dan tidak membuat karya tandingan.
Tidak ada tulisan yang jelek. Karena beda antara bagus dan jelek, keren dan butut ibarat dua sisi mata uang. Tergantung dari kacamata mana dilihat. Juga rasanya kurang oke kalau dibuat batasan gender. Tulisan oleh perempuan dan goresan laki-laki. Toh penanya sama, pun kertasnya berwarna-warni, tetap saja esensinya sama.
Justru adalah suatu keunikan tersendiri ketika sang hawa mampu membuat tulisan-tulisan yang menyentil, pedas dan kritis dan penuh dengan nada-nada sinis. Juga suatu hal yang perlu diacungi jempol ketika sang adam mampu membuat goresan-goresan penuh kelembutan.
Apakah ini karena selera? Sesuatu yang jauh dari kesan glamour, jualan atau ehm..sesuatu yang mainstream memang sangat saya suka..begitu juga dengan tulisan-tulisannya KotakKatikOtak!'Sampah' yang sangat tidak layak untuk dibuang. Nice! 4 Thumbs Up!
Saturday, September 3, 2011
Klik!
Suara mouse? jepretan kamera? atau pelatuk senjata ditarik?
Bagaimana bila semuanya adalah kolaborasi ketiganya? Tidak, exit dulus sementara dari Counter Strike atau CoD.
Lalu apanya yang klik? Ya itu tadi, tiga objek yang saya sebutkan di atas.
Masih bingung? Iya, saya sendiri masih mengucek-ngucek mata saat menulis ini. Mencubit pipi untuk meyakinkan diri bila saya
tidak tengah bermimpi. Oh, masih sakit, it means ini nyata!
Di antara klik mouse yang saling bersahut-sahutan mencoba kembali merangkai kata. Tentang dia yang menghantarkan buku kosong yang tak terbatas halaman dan pena dengan tinta yang tak akan kunjung habis.
Perkenalan yang tidak disangka-sangka, berawal dari klik mouse untuk menekan tombol accept request pertemanan di situs jejaring sosial. Menjentikkan jari di online messenger dan berkirim pesan singkat dan enggan berhenti, hingga berbagi cerita di dunia nyata.
Berceloteh banyak hal, mulai musik hingga klenik. Semuanya terasa begitu klik. Bahkan hal-hal yang baru terlintas di pikiran pun bisa menyatu.
Sungguh menggelitik, saya yang sempat tersungkur dan membiarkan luka mengering sendirinya dibangunkan olehnya yang kali ini saya yakin benar-benar berbeda.
Setelah lelah dengan kata pura-pura yang [selalu] berujung lara, saya hanya mampu mengembalikan semua pada-Nya. Namun seperti kata Pure Saturday "Terang Akan Selalu Datang di Saat yang Tidak Terduga".
Tanpa petir di siang bolong, saya yang tidak cukup taat beribadah ini seolah mendapatkan jawaban akan sebuah penantian. Sebuah hubungan yang hanya beralas kesederhanaan dan jauh dari kepura-puraan.
Rasa yang beda, ditambah kesesuaian hampir dari semua segi membuat saya yakin, ini bukan sekedar ilusi perasaan. Segudang pertanyaan melintas di pikiran, hingga akhirnya muncul suatu keyakinan bila dia adalah pasangan.
Buat saya, kehidupan ibarat puzzle yang harus dicari satu persatu yang benar-benar pas, cocok dengan gambar sebelah, atas, kiri, kanan dan bawah. Mungkin saja selama perjalanan muncul banyak objek yang mirip dan ketika dicoba dipasangkan masuk. Namun setelah dirangkai lagi gambarnya tidak sinkron, ukurannya tidak sama dengan ruang yang seharusnya atau bahkan ternyata bukan objek yang seharusnya diambil dan dipasangkan dengan kepingan di sebelahnya.
Apakah kepingan ini adalah bagian yang tepat? Saya mencoba merangkai beberapa bagian puzzle terdekat. Hasilnya, semua begitu melekat erat dan berbunyi KLIK!
Oh, Boss of The Universe, big thanks for this super gift in last Eid Mubarak.
Sunday, August 28, 2011
Gelitik Mudik
Katanya hari rayanya umat Islam a.k.a Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Ada yang bilang satu, ada yang dua. Mungkin juga tiga atau empat. Tapi yang jelas ada fenomena tahunan di tanah yang katanya banyak airnya ini. Yea, MUDIK.
Untuk yang satu ini, kebanyakan orang yang mencari sejumput nasi di perantauan akan mati-matian memperjuangkan. Peduli setan dengan harga tiket yang meroket dan harus rela menguras isi dompet.
Esensinya sebenarnya simple saja, ingin berada di sekitar orang-orang terdekat. Karena kalau di sini, gak kumpul di hari raya itu gregetnya beda. Jadi saya sih masih memaklumi dengan fenomena yang satu ini. Walau enggak sedikit mereka yang maksa.
Kenapa bisa dibilang maksa? Dari jaman masih pantauan arus mudik sampai jadi pemudik selalu saja sama. Jalanan penuh, angkutan umum luber penumpang dan waktu tempuh bisa melonjak dua kali lipat. Belum lagi dealer-dealer kendaraan pribadi bikin promo gila-gilaan jelang lebaran. Alhasil, gak cuman baju lebaran, motor dan mobil lebaran juga jadi lumrah.
Nyatanya, negeri ini masih didominasi masyarakat menengah bawah. Demi bisa pulang dari perantauan dan menunjukkan sedikit 'hasil' dikreditlah motor untuk mudik. It's oke kalau yang mudik sendirian atau hanya berdua [sesuai kapasitas motor]. Nah ini, enggak jarang saya lihat orang tua dan 3 anaknya [masih balita semua] diajakin naik motor dari Bandung-Jogja atau malah Jakarta-Surabaya. Batin saya "Oh my Gosh!"
Motor barunya kelebihan tumpangan, belum masih bawa oleh-oleh A-Z buat orang tua di kampungnya. Berita kecelakaan jadi makanan sehari-hari para jurnalis yang di lapangan.
It's oke soal bagaimana mudiknya. Sekarang fenomena apalagi yang terjadi? Karena ribuan manusia itu melakukan perjalanan massal dari satu kota ke kota lain dengan keterbatasan sarana transportasi [ada yang harus menginap di ubin stasiun dan terminal yang dingin] dengan resiko cepot..eh copet yang mencoba nyari peruntungan dengan berbagai modusnya. Penjual makanan dadakan sampai pijit berjalan.
Nah lalu beberapa pihak yang tidak mudik mulai ramai bersahutan di dunia maya. Dari yang pengen mudiklah, sampai yang menganggap mudik itu cuman aktivitas buang-buang uang. Dianggap meremehkan ajaran agama karena di perjalanan mudik jadi tidak puasa dan banyak lagi. Apakah sebegitu perlunya justifikasi? Mudik itu cuman kultur kok. Lagian mau puasa atau tidak bukan hak manusia untuk menjustifikasi.
Ah, selamat mudik buat yang mudik...ingat, jangan udik!
Friday, August 26, 2011
Gula-gula Jejaring Sosial
Pertama kali saya nyemplung ke kehidupan yang namanya jejaring sosial itu sekitar tahun 2006. Jaman Friendster masih booming-boomingnya. Alasan saya waktu itu bikin akunnya masih sekedar ingin mengetahui lebih banyak interaksi di dunia maya.
Lanjut bikin myspace. Alasannya lebih jelas, memudahkan interaksi dengan band-band di seluruh dunia *hasyah. Modifikasinya lebih banyak dari FS. Selain itu bisa posting lagu di sana.
Habis myspace muncullah Facebook. Tadinya jejaring sosial ini nampak begitu eksklusif. Saya masih ragu-ragu saat mau membuatnya, walaupun akhirnya bikin juga dan kini temannya ada 1000.
Ada lagi Twitter, saya bikin akunnya buat ngikutin update berita selebritis dan peristiwa. 140 kata yang ajaib lah pokoknya.
Terakhir saya bikin Google+. Alasannya cukup simple, saya punya akun Google dan sebagai pekerja media di bidang gadget and tech, rasanya saya harus bikin.
Dari sekian banyak jejaring sosial yang saya bikin akunnya (sebagian udah jarang sekali dibuka) semua ada fitur unggulan dan kelemahannya. Mulai dari yang bisa dihacklah, bisa diacak-acaklah, bisa nyebarin gosiplah and tons of another bla-bla.
Yang lucu, ada beberapa anak muda (literally) masih berusia di bawah 20-an yang sibuk dengan mengacaukan jejaring sosial ini. Tiap menit selalu posting hal-hal yang tidak penting, dari yang emaknya bikin kue tapi gagal, keinginannya untuk bisa bebas tapi ada kritikan dari orang tuanya, sampe adiknya nembak temennya juga ikut diposting.
Well, sah-sah aja mau posting apapun. Tapi juga kompensasinya harus mau dikomen apapun. Ruang bebas ini mbak, mas, dek, pak, bu. Kalau gak mau kena getahnya, ya gak usah main jejaring sosial sekalian. Dan kalau mau protektif, terbebas dari gosip, stalking dan berbagai gula-gula jejaring sosial lain ya STOP. As simple as that kok.
Namanya gula itu manis. Yang manis itu enak tapi kalau kebanyakan juga bahaya. Apakah jejaring sosial manis? Buat saya sih IYA!
Sunday, August 21, 2011
The Crumpled Paper
Lagi gak mau cerita soal ini, tapi situasi bikin harus cerita. Lagi not in the mood to write this note, but God sent me to wrote this. Jadi ada apa saudara-saudari? Apakah si perusak pesta sedang dilanda durjana? *_*
Ah tidak juga, cuman mau bilang satu hal, yang terjadi terlanjur jadi dan memang fakta yang terbaik mengatakan demikian. Nasi tidak lantas jadi bubur karena kita memang masak bubur, dan buburpun masih bisa jadi menu yang enak kok.
Setelah imunisasi sakit hati, seharusnya memang yang disuntik lebih imun sama rasa sakit. Tapi ternyata digores pisau tetap saja muncul lukanya. Diguyur alkohol lagi? Sembuh lagi, walau perih. Luka lagi? Diguyur lagi saja *_* tapi jadinya terlalu berulang. Sampai lama-lama dibiarkan saja mengering tanpa perlu diguyur atau diobati lagi.
Sudahlah, lama-lama kebal juga, sampai akhirnya lidah tak lagi bisa membedakan. Manis, asam, asin semua sama..Lalu? Errr...tidak, kertasnya sudah saya remas-remas dan membuat lagi tulisan di kertas baru. Yuk tulis lagi :)
Wednesday, August 17, 2011
Hari Kemerdekaan dan Nyanyian Lagu Kebangsaan
Katanya sebuah negara sedang merayakan selebrasi kemerdekaannya hari ini. Dari berbagai surat kabar dan media online di layar 24 inci yang dibaca si perusak pesta banyak berita mengenai HUT ke-66 ini.
Satu hal yang cukup menggelitik buat saya adalah angka 66 yea 6=6=6 hoho, jadi teringat ketika si Corey 'Slipknot'-'Stone Sour' Taylor menyanyikan "If you are 555 and I'm 666,". Memang sedikit kurang nyambung, tapi kolaborasi angka ini walaupun 6nya kurang satu cukup menggelitik saya. Kenapa? Ah kalau ini hanya reka-reka saja kok.
Nah, tadi pagi saya bangun dan kotak pembodohan yang menemani saya tidur masih menyala. Suara lengkingan vokalis salah satu band gahol masa kini membangunkan saya yang baru tertidur sedikit lebih dulu sebelum ayam jantan berkokok. Jreng, saya pun bangun. Sambil kucek-kucek mata saya melihat sang artis mengenakan busana putih merah. "Oh 17-an nih maksudnya," gumam saya.
Sambil bersih-bersih kamar si kotak 15 inci itu masih belum berganti acara. Saya tidak sempat mengganti channel, lagi-lagi artis berikutnya tampil dengan nuansa merah putih. Tapi apa yang mereka nanyikan adalah lagu cinta picisan dan tidak ada hubungannya dengan nuansa kebangsaan dari busana yang mereka kenakan.
It's oke kok buat saya mereka mau nyanyi seperti apa, lagunya kayak apa dan seperti apa musiknya. Toh kalau saya tidak suka tinggal tekan tombol mute. Nah yang cukup menggelitik saya untuk menulis soal ini adalah relevansi kostum merah putih dan lagu nasionalnya. Kenapa di hari yang katanya peringatan kemerdekaan ini mereka tidak menyanyikan lagu kebangsaaan atau lagu nasional dengan gaya mereka?
Sama dengan ketika saya menghadiri peringatan 17-an di salah satu daerah beberapa tahun lalu. Dari kamar tempat saya menginap sayup-sayup terdengar lagu nasional diputar. Namun beranjak siang, lagu-lagunya berganti jadi lagu MElayu toTAL yang sedang hype pada jamannya. Hingga sampai malam selebrasi dengan berbagai lomba dan panggung, tidak ada lagi gaung peringatan hari kemerdekaan selain kerlap-kerlip lampu merah putih dan bendera plastik yang masih menjadi dekorasi venue.
Kalau begini, apakah ada bedanya peringatan Agustusan, 17-an ataupun peringatan hari kemerdekaan dengan panggung dangdutan? Ada yang tersindir dengan tulisan saya? Loh bukannya kini sudah MERDEKA untuk mengemukakan opini?
Wednesday, July 6, 2011
Random Keystroke
Biasanya saya masih sibuk dengan pekerjaan jam segini (tak terkecuali hari ini). Tapi pikiran sedang dirobek-robek jadi niatnya mau nyelesaiin berbagai kerjaan ujungnya gak kelar-kelar. Ya sudahlah saya nulis saja di sini.
Dari sebuah situs jejaring sosial saya baca tips jadi ehm [jomblo] bahagia. Sebenernya agak gimana ngobrolin yang satu ini. Imej saya adalah orang yang paling anti dengan namanya cinta-cintaan. Karena tugas saya adalah menjad si perusak pesta errr :P
Makanya, saya mau memutar jarum jam dari tipsy eh,,tips-tips itu..
1.[Katanya] Nikmati duniamu.
[Faktanya] Sendiri memang gak terikat, tapi suatu saat kita butuh ikatan. Memang awalnya enak gak perlu bilang kemana kita mau pergi, kemana kita mau ngapain, kapan kita pulang. But, suatu kali pasti ngerasa perlu ada yang ngebawelin. Ada kalanya capek juga mau tidur gak ada yang kissing your eyes and say "sleep tight"
2. Jadi diri sendiri?
Dari dulu kayaknya belum pernah ganti jadi orang lain deh *_*
3. Care your Family
Keluarga yang mana? Cemara? Cendana?
4. Teman?
Bagi pria tentu lebih berkesan berbincang dengan teman wanita saat kencan tanpa ikatan. Kencan dengan pria *huek*. Rasanya para pria sepakat bila pria lebih baik jadi teman kerja saja.
5. Ganti suasana kamar
Cat dengan warna hitam. Sehitam eyeshadow, cat kuku dan kotoran yang menempel di kukumu. Jangan lupa selalu kenakan baju berwarna hitam. Citrakan kita strong people dan tidak takut 'jatuh'.
6. Rock your soul
Salah banget kalo denger musik ehek-ehek saat sendiri. Biarkan rock mengaliri nadimu pagi-siang-sore-malam
7. Have tons of ladies
Yaa kenalan sebanyak banyaknya dan impress them dah
8. Clubbing every night
Sakit hati? Alkohol obatnya! Hehehehe..enggak dink,gak mesti minum. Nikmati aja suasana gokilnya. Pasti ada juga pemandangan segar *_*
9. Extreme Sport
Harus yang benar-benar extreme. Menembaki foto orang yang membuat kamu sakit hati? Atau berkelahi dengan si tukang tikung. Pastikan bawa gear yang lengkap ya! Jangan ke rumah sakit juga kalau cidera. Dokternya bingung nanti.
10. Never Sleep
Jangan pernah tidur untuk menghindari mimpi soal orang yang menyakitimu. Sebagai gantinya minumlah kopi dan minuman energi sebanyak-banyaknya sampai jantungmu berbunyi dop-dop-dop. Setelahnya pasrahlah...
11. Say no to drama, say yes to GORE!
Tentu menyaksikan cucuran darah lebih oke dari cucuran air mata
12. Eat and Drink until Drunk
Makan, minum, makan lagi minum lagi..sampe ngompol dan BAB-BAB..nyusss
Last..Belanja Gila
Habiskan semua uangmu hanya untuk dirimu!
Dari sebuah situs jejaring sosial saya baca tips jadi ehm [jomblo] bahagia. Sebenernya agak gimana ngobrolin yang satu ini. Imej saya adalah orang yang paling anti dengan namanya cinta-cintaan. Karena tugas saya adalah menjad si perusak pesta errr :P
Makanya, saya mau memutar jarum jam dari tipsy eh,,tips-tips itu..
1.[Katanya] Nikmati duniamu.
[Faktanya] Sendiri memang gak terikat, tapi suatu saat kita butuh ikatan. Memang awalnya enak gak perlu bilang kemana kita mau pergi, kemana kita mau ngapain, kapan kita pulang. But, suatu kali pasti ngerasa perlu ada yang ngebawelin. Ada kalanya capek juga mau tidur gak ada yang kissing your eyes and say "sleep tight"
2. Jadi diri sendiri?
Dari dulu kayaknya belum pernah ganti jadi orang lain deh *_*
3. Care your Family
Keluarga yang mana? Cemara? Cendana?
4. Teman?
Bagi pria tentu lebih berkesan berbincang dengan teman wanita saat kencan tanpa ikatan. Kencan dengan pria *huek*. Rasanya para pria sepakat bila pria lebih baik jadi teman kerja saja.
5. Ganti suasana kamar
Cat dengan warna hitam. Sehitam eyeshadow, cat kuku dan kotoran yang menempel di kukumu. Jangan lupa selalu kenakan baju berwarna hitam. Citrakan kita strong people dan tidak takut 'jatuh'.
6. Rock your soul
Salah banget kalo denger musik ehek-ehek saat sendiri. Biarkan rock mengaliri nadimu pagi-siang-sore-malam
7. Have tons of ladies
Yaa kenalan sebanyak banyaknya dan impress them dah
8. Clubbing every night
Sakit hati? Alkohol obatnya! Hehehehe..enggak dink,gak mesti minum. Nikmati aja suasana gokilnya. Pasti ada juga pemandangan segar *_*
9. Extreme Sport
Harus yang benar-benar extreme. Menembaki foto orang yang membuat kamu sakit hati? Atau berkelahi dengan si tukang tikung. Pastikan bawa gear yang lengkap ya! Jangan ke rumah sakit juga kalau cidera. Dokternya bingung nanti.
10. Never Sleep
Jangan pernah tidur untuk menghindari mimpi soal orang yang menyakitimu. Sebagai gantinya minumlah kopi dan minuman energi sebanyak-banyaknya sampai jantungmu berbunyi dop-dop-dop. Setelahnya pasrahlah...
11. Say no to drama, say yes to GORE!
Tentu menyaksikan cucuran darah lebih oke dari cucuran air mata
12. Eat and Drink until Drunk
Makan, minum, makan lagi minum lagi..sampe ngompol dan BAB-BAB..nyusss
Last..Belanja Gila
Habiskan semua uangmu hanya untuk dirimu!
Tuesday, June 28, 2011
Mengintip Thailand dari Balik Lensa Kamera
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi negerinya gajah (Thailand-red). Tentu sebagai seorang pecinta gratisan, saya pergi atas nama pekerjaan dan tentunya request dari sponsor.
Judulnya liputan, tapi tentunya harus dikolaborasikan dengan jalan-jalan. Kalau untuk majalah tempat saya bekerja saya menulis dengan serius, rasanya masih kurang gregetnya untuk tidak menulis versi ugal-ugalannya.
Oke, tanpa perlu banyak ngabisin tinta langsung saya mulai saja. Berangkat hari Minggu yang kepagian dan malem sebelumnya gak bisa tidur. Yes, akibat jadwal tidur yang berantakan. Sekalinya harus dipaksa bangun pagi susah banget buat yang namanya merem!
Gulang-guling di kasur, twit, nytatus, ngegame gw lakuin biar skip and sleep. Tapi tetep sama. Mata lebih memilih buat terjaga. Dan akhirnya jam 5 pagi mandi dengan mata terkantuk-kantuk.
Oke, taksi ditelepon dan dengan pedenya berangkat 1,5 jam lebih dulu dari jadwal yang ditentukan. Oh my gosh, ini hari Minggu. Jalanan yang biasanya kejampun mendadak sepi.
Kepagian ceritanya, nunggu sekitar 1 jam deh.
Udah pada kumpul semua, check in ceritanya. Ehhhh, tau-tau antrian di imigrasi penuhnya ampun-ampunan. Efek liburan sekolah? Katanya Indo lagi krisis, kok yang berangkat ke luar negeri segini banyak. Atau sudah bosan dengan Indonesia?
Masih ada waktu 30 menit sebelum boarding. Ngopi-ngopi jadi pilihan. Gosh, banyak banget. Kembung dah dan alhasil Starbuck yang masih 3/4nya itu harus mendarat di keranjang sampah. Bener-bener deh.
Masuk pesawat, ternyata salah pintu. Kursi di belakang tapi masuk dari depan yang notabene bisnis. Tapi ekonominya internasionalmah udah cukup oke kok. Baru lepas landas, hasrat ingin pipis udah gak ketahan. Bukan kok, bukan takut terbang saya, suer deh.
Ceritanya sarapan di pesawat. Ada air mineral kontet, jus kontet dan makanan tentunya. Entah kebanyakan minum atau gimana, mendadak pengen ngompol lagi deh. Errr..ya dan kamar mandi pesawat ngantri tuh.
Transit di Singapur sekitar jam 11 waktu sono. Bingung mau ngapain..udah deh, jepret-jepret aja. Disambung makan siang dengan rasa yang sedikit aneh ^_^
Terbang lagi dengan pesawat yang lebih kecil. Lagi-lagi langsung kumat pengen pipis. Plus masih makan pula dengan efek makan siang yang belom sepenuhnya hilang.
Mendarat sekitar jam 17.30 dan kali ini tanpa rubah-rubah jam. WIB=Waktu Indonesia Bagian Bangkok *eh. Guide lokal menjemput dan kita diantar ke hotel Mandarin Oriental Dhara Dhevi yang jaraknya sekitar 20 menit dari hotel. Sampe hotel, langsung dapet kalungan bunga (enggak matching banget sama saya deh) plus kunci hotel tentunya.
Masuk kamar, lebih gila lagi rasanya. Guede banget. Sampe-sampe bingung mau ngapain. Hihi..
Okeh, tanpa mandi, langsung jalan-jalan ke Sunday Night Market. Sebenernya sih gak jauh beda sama Pasar Baru atau pasar malemnya Indo. Tapi namanya di luar negeri, ya tetep aja beda rasanya.
Banyak souvenir, makanan dan banyak lagi yang bisa dibeli di sini. Dari yang halal, gak halal sampe aneh bentuknya. Dan ada kripik serangga juga *_* sih, seperti yang biasa banyak diliput di acara-acara jalan-jalan.
Abis ngelewatin 2 perempatan sambil jeprat jepret, akhirnya nemu warung makan yang rame banget didatengin. Entah karena memang enak atau karena tempatnya di ujung pasar yang bikin orang harus balik lagi. Pesan memesan menu...dan satu yang juara adalah Thai Ice Teanya. Rasanya belum ada es teh seenak ini. Gelas pertama habis seketika, gelas kedua ditambahin dan gelas ketiga tandas akibat kepedesan.
Habis makan, saya sempet beli beberapa souvenir. At least cari yang cukup unik deh. Dan ternyata rombongan udah nunggu di ujung jalan. Err, yes...lumayan berkeringat menembus pasar di malam hari ternyata.
Morning call membangunkan saya. Disambung dengan sarapan (telor plus sosis dan buah-buahan yang rasanya juara banget) dan minum jus. Sehat banget ya makannya (padahal yang laen gak doyan deh)
Habis presscon, jalan ke Sankampang, ada pembuatan payung tradisional. Mereka bisa juga sih bikin gambar-gambar di media lain. Kayak hape, topi atau tas.
Makan siang kali ini di restoran pinggir kali. Alias RiverSide. Oho, bener-bener riverside sih. Bedanya kali di Thai gak bau kayak Indo punya. Hehe..Lagi-lagi Thai Ice Teanya memanjakan tenggorokan deh.
Perjalanan lanjut ke Doi Suthep alias candi/kuil yang melewati jalanan berkelok-kelok awalnya gak bikin pusing lantaran semua anggota rombongan ketiduran. Dan nerakanya baru mulai pas pulang lantaran kehujanan disambung minum soda. Alhasil semua mabok cola. *enggak banget deh untuk yang ini.
Habis acara foto-foto di seputar hotel, makan malem kita malam itu adalah Gala Dinner. Makanannya banyak dan melimpah, cuman ya begitu. Lidah kampung saya butuh penyesuaian lagi nampaknya *_*
Trip hari terakhir adalah ke Maetaman Elephant Camp. Oh my gosh, naik gajah. Udah lama banget gak naik binatang yang satu itu. Udah ekstrim disambung dengan naik sapi..Aish...lumayan pumpin adrenalin sih.
Habis makan malem di Restoran Perancis yang saya bener-bener asing sama menunya, kita sempet mampir ke night market lagi. Dan baru kali ini juga tau harga Taxi lebih murah ketimbang Tuk Tuk atau angkot sana. Hwehe. Oh iya, sempet ditawarin pijit plus dengan harga 200 Baht..cuman gak yakin siapa yang mijit dah hehe. Dan yang lebih bikin night shock adalah malem-malem ngelewatin salah satu spot tempat kumpulnya para LadyBoy Thai. Oh my gosh..hehe
Yea, ChiangMai adalah kota di negeri seberang yang gak bakal terlupa. Enggak terlalu panas, gak terlalu dingin. Jalanannya bersih dan buahnya enak-enak. Plus segarnya Thai Ice Tea yang tak terlupakan di lidah..Sluuurp...kapan-kapan saya kembali ke sana yes ^_^
Judulnya liputan, tapi tentunya harus dikolaborasikan dengan jalan-jalan. Kalau untuk majalah tempat saya bekerja saya menulis dengan serius, rasanya masih kurang gregetnya untuk tidak menulis versi ugal-ugalannya.
Oke, tanpa perlu banyak ngabisin tinta langsung saya mulai saja. Berangkat hari Minggu yang kepagian dan malem sebelumnya gak bisa tidur. Yes, akibat jadwal tidur yang berantakan. Sekalinya harus dipaksa bangun pagi susah banget buat yang namanya merem!
Gulang-guling di kasur, twit, nytatus, ngegame gw lakuin biar skip and sleep. Tapi tetep sama. Mata lebih memilih buat terjaga. Dan akhirnya jam 5 pagi mandi dengan mata terkantuk-kantuk.
Oke, taksi ditelepon dan dengan pedenya berangkat 1,5 jam lebih dulu dari jadwal yang ditentukan. Oh my gosh, ini hari Minggu. Jalanan yang biasanya kejampun mendadak sepi.
Kepagian ceritanya, nunggu sekitar 1 jam deh.
Udah pada kumpul semua, check in ceritanya. Ehhhh, tau-tau antrian di imigrasi penuhnya ampun-ampunan. Efek liburan sekolah? Katanya Indo lagi krisis, kok yang berangkat ke luar negeri segini banyak. Atau sudah bosan dengan Indonesia?
Masih ada waktu 30 menit sebelum boarding. Ngopi-ngopi jadi pilihan. Gosh, banyak banget. Kembung dah dan alhasil Starbuck yang masih 3/4nya itu harus mendarat di keranjang sampah. Bener-bener deh.
Masuk pesawat, ternyata salah pintu. Kursi di belakang tapi masuk dari depan yang notabene bisnis. Tapi ekonominya internasionalmah udah cukup oke kok. Baru lepas landas, hasrat ingin pipis udah gak ketahan. Bukan kok, bukan takut terbang saya, suer deh.
Ceritanya sarapan di pesawat. Ada air mineral kontet, jus kontet dan makanan tentunya. Entah kebanyakan minum atau gimana, mendadak pengen ngompol lagi deh. Errr..ya dan kamar mandi pesawat ngantri tuh.
Transit di Singapur sekitar jam 11 waktu sono. Bingung mau ngapain..udah deh, jepret-jepret aja. Disambung makan siang dengan rasa yang sedikit aneh ^_^
Terbang lagi dengan pesawat yang lebih kecil. Lagi-lagi langsung kumat pengen pipis. Plus masih makan pula dengan efek makan siang yang belom sepenuhnya hilang.
Mendarat sekitar jam 17.30 dan kali ini tanpa rubah-rubah jam. WIB=Waktu Indonesia Bagian Bangkok *eh. Guide lokal menjemput dan kita diantar ke hotel Mandarin Oriental Dhara Dhevi yang jaraknya sekitar 20 menit dari hotel. Sampe hotel, langsung dapet kalungan bunga (enggak matching banget sama saya deh) plus kunci hotel tentunya.
Masuk kamar, lebih gila lagi rasanya. Guede banget. Sampe-sampe bingung mau ngapain. Hihi..
Okeh, tanpa mandi, langsung jalan-jalan ke Sunday Night Market. Sebenernya sih gak jauh beda sama Pasar Baru atau pasar malemnya Indo. Tapi namanya di luar negeri, ya tetep aja beda rasanya.
Banyak souvenir, makanan dan banyak lagi yang bisa dibeli di sini. Dari yang halal, gak halal sampe aneh bentuknya. Dan ada kripik serangga juga *_* sih, seperti yang biasa banyak diliput di acara-acara jalan-jalan.
Abis ngelewatin 2 perempatan sambil jeprat jepret, akhirnya nemu warung makan yang rame banget didatengin. Entah karena memang enak atau karena tempatnya di ujung pasar yang bikin orang harus balik lagi. Pesan memesan menu...dan satu yang juara adalah Thai Ice Teanya. Rasanya belum ada es teh seenak ini. Gelas pertama habis seketika, gelas kedua ditambahin dan gelas ketiga tandas akibat kepedesan.
Habis makan, saya sempet beli beberapa souvenir. At least cari yang cukup unik deh. Dan ternyata rombongan udah nunggu di ujung jalan. Err, yes...lumayan berkeringat menembus pasar di malam hari ternyata.
Morning call membangunkan saya. Disambung dengan sarapan (telor plus sosis dan buah-buahan yang rasanya juara banget) dan minum jus. Sehat banget ya makannya (padahal yang laen gak doyan deh)
Habis presscon, jalan ke Sankampang, ada pembuatan payung tradisional. Mereka bisa juga sih bikin gambar-gambar di media lain. Kayak hape, topi atau tas.
Makan siang kali ini di restoran pinggir kali. Alias RiverSide. Oho, bener-bener riverside sih. Bedanya kali di Thai gak bau kayak Indo punya. Hehe..Lagi-lagi Thai Ice Teanya memanjakan tenggorokan deh.
Perjalanan lanjut ke Doi Suthep alias candi/kuil yang melewati jalanan berkelok-kelok awalnya gak bikin pusing lantaran semua anggota rombongan ketiduran. Dan nerakanya baru mulai pas pulang lantaran kehujanan disambung minum soda. Alhasil semua mabok cola. *enggak banget deh untuk yang ini.
Habis acara foto-foto di seputar hotel, makan malem kita malam itu adalah Gala Dinner. Makanannya banyak dan melimpah, cuman ya begitu. Lidah kampung saya butuh penyesuaian lagi nampaknya *_*
Trip hari terakhir adalah ke Maetaman Elephant Camp. Oh my gosh, naik gajah. Udah lama banget gak naik binatang yang satu itu. Udah ekstrim disambung dengan naik sapi..Aish...lumayan pumpin adrenalin sih.
Habis makan malem di Restoran Perancis yang saya bener-bener asing sama menunya, kita sempet mampir ke night market lagi. Dan baru kali ini juga tau harga Taxi lebih murah ketimbang Tuk Tuk atau angkot sana. Hwehe. Oh iya, sempet ditawarin pijit plus dengan harga 200 Baht..cuman gak yakin siapa yang mijit dah hehe. Dan yang lebih bikin night shock adalah malem-malem ngelewatin salah satu spot tempat kumpulnya para LadyBoy Thai. Oh my gosh..hehe
Yea, ChiangMai adalah kota di negeri seberang yang gak bakal terlupa. Enggak terlalu panas, gak terlalu dingin. Jalanannya bersih dan buahnya enak-enak. Plus segarnya Thai Ice Tea yang tak terlupakan di lidah..Sluuurp...kapan-kapan saya kembali ke sana yes ^_^
Wednesday, June 15, 2011
#4 is Out Now!
Sesuai judulnya, ini tulisan saya dalam bentuk buku yang keempat. -Mari Mengenal Komputer Bersama Profesor Komputo- Untuk orang tua yang ingin mengenalkan anaknya dengan komputer, buku ini bisa menjadi salah satu alternatif bacaan untuk buah hati Anda. Dapatkan segera di toko buku terdekat! Berapa harganya? Yang jelas, MURAH dan penuh warna. Biarkan si kecil bercengkerama dengan komputernya, karena Profesor Komputa akan membimbing bagaimana caranya ^_^
Saturday, March 12, 2011
Merem Melek Awas Belek!
Siapa sih yang mau jatuh? Jatuh itu..atitt [dengan logat abege kekinian]. Tapi nyatanya, makhluk ciptaan hantu [dibalik ejaannya] yang berkode nama manusia itu malah merem melek pas dapet giliran jatuh.
Gue misalnya, merem melek kesakitan waktu pake sendal yang alasnya udah mulai terkikis dan dengan suksesnya ski dari carport depan istana a.k.a kamarkost. Terus di depan gue ada cewek yang juga lagi kepeleset ke pelukan pacarnya dan merem melek juga.
Mata orang memang hanya ada dua pilihan. Merem atau Melek. Kalau merem tentunya seseorang enggak bakalan bisa melihat apapun. Semuanya serba under feeling dan instict. Kalau enggak, ya meraba-raba kayak orang buta. Kalau lagi melek ya bisa melihat segala sesuatu. Warna-warni, yang asyik-asyik, sampe yang jelek-jelek.
Tapi ada kalanya manusia melek tapi merem atau sebaliknya. Kok bisa? Yes...melek tapi merem..semuanya dia lihat tapi enggak mau merespon apa yang terjadi di lingkungannya. Antisosial, tak peduli dan ego yang penting gue masih hidup adalah beberapa istilah yang menggambarkan secara eksplisit orang-orang kayak gini.
Merem tapi melek juga ada loh! Kebalikannya dengan orang golongan pertama tadi, dia seolah-olah gak melihat apa yang terjadi di lingkungannya. Ibaratnya orang sering menyangka dia 'tidur'. Padahal dia malah sangat peka dengan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Nah, nyambung lagi sama soal jatuh tadi, ada satu hal lagi yang ehm, bikin merem melek. Bukan kejatuhan korek kuping [kalo ngorek kuping elo pasti merem melek soalnya]. Ya, pasti udah ketebak gue mau ngomong jatuh ke hati [bukan hati sapi, kambing, ayam ato monyet ya].
Ada orang yang doyan banget melek untuk menguber lawan jenisnya. Hobi banget dia melakukan banyak hal demi mendapat sanjungan dan akhirnya si cowok atau cewek jatuh hati. Sayagnya, yang melek beginipun hatinya gak melek. Enggak sedikit yang 'just play with their eyes'. Masalah hati itu urusan belakangan.
Enggak sedikit juga yang milih merem. Takut jatuh terperosok mungkin. Tapi lagi-lagi jalan enggak selalu mulus. Keasyikan merem, di depannya ada lubang. Blos, masuk lubang dan ditolongin. Pas ditolongin mata melek dan berbinar-binar. Mau coba menutup mata lagi, objek di depan mata rasanya sayang buat ditinggal merem.
Ah dasar manusia, merem-melek melulu..Ngaca dulu ah..awas belekan..
Saturday, March 5, 2011
RagamRegomNgopi
Sebagai seorang kuli tinta, minuman empat huruf yang tertera di judul tadi menjadi minuman yang menemani aktivitas sehari-hari. Masalah formatnya apa [mau item murni, dimix sama susu, dibanyakin gula, tanpa gula sama sekali, pake gula merah dan macem-macem lainnya itu cuman masalah selera].
Yeps, dari sekian panjang perjalanan minum kopi, banyak cerita yang bikin ketawa ngakak-ngakak. Dari mulai berak non stop sampe kecoa in coffee.
Ah berakopikopi
Yang ini berawal pas ngerjain tugas kuliah beberapa tahun lalu. Kebanyakan tugas membuat temen gue [yang juga maniak kopi] bikin kopi satu pitcher. Alhasil besokannya kita mencretmencret takhenti-henti dan sembuh setelah minum satu slop Yakult [hwedeh]
Soap Coffee
Ah yang ini pasti udah pernah ada yang ngalamin juga. Gara-garanya sepele, nyuci gak bersih udah keburu-buru dipake buat bikin kopi. Alhasil, rasa kopi yang ada campur rasa sabun [vitamiin] katanya.
Purewater Coffee
Kalo yang satu ini pas air galonan abis. Jadinya bikin kopi pake aer mentah dari kran yang warnanya kekuningan. Biasa terjadi pas puncak deadline dan aer di galon udah kering.
Kopirasaduitseribu
Harga kopi memang seribuan [di warung] nah begitu diseduh rasanya juga bisa ada duit seribunya loh. Ini kejadian waktu temen gue di ruangan sebelah bikin kopi. Kopi disatuin di kantong yang ada duit seribunya dan kebiasaan buruk ngaduk kopi pake bungkusnya bikin dia dapet bonus 'rasa duit seribu'. "Lumayan biar bisa berak duit" katanya.
Kecoaincoffee
Yang terakhir ini paling enek. Kejadiannya aneh-aneh dari kecoa bule di wastafel kantor sampe temen gue yang keapesan nyimpen kopi di mobilnya, ditinggal mondar-mandir dan pas masuk mobil lagi kopi yang didamba-damba dari tadi udah bau kecoa..
Jadi masih minum kopi? YES..kalo lagi STRES hehehehe...Vive Le Coffee!
Sunday, February 13, 2011
Ekspresikan Kekesalanmu Dengan Sepaket Sh#T
Pernahkah merasa kesal setengah mampus sama seseorang? Entah itu mantan, bos, atau siapapun yang membuatmu meraasa naik darah lalu turun lagi ke pantat? Kalau jawabannya adalah YES [PERNAH], maka yang satu ini wajib dijajal.
Beberapa waktu lalu gue lagi ngopi-ngopi di kantor. Sambil ngelarin kerjaan, temen gue tiba-tiba nyeletuk “Guys, di luar negeri sana ada varian bisnis baru. Namanya bisnis kirim kado yang isinya TAI,” kata dia semangat.
Gue jawab, “Wow..boleh juga,”. Eh dia jawab, “Cuy, kalo di Indonesia dikembangin dan dipeloporin oleh kita masih laku gak?,”. Gue gak jawab, tapi dalam hati gue berpikir habis-habisan soal bisnis gila ini. Semua orang pasti pernah kesel dan bahkan bisa jadi sampe sakit hati. Bagaimana cara membuat hati “plong” setelah dongkol sama orang itu yang masih beda-beda.
Ada temen gue yang bilang orang Indonesia lebih suka yang go to the action. Lo kesel, saat itu pula lo tonjok orangnya. Jujur, gue dulu juga sempat begitu. Namun makin lama makin enggak banget cara kayak gitu. It’s too barbar I think. Stop fighting better thinking!
Back to business TAI tadi, gue jadi berandai-andai seandainya bisnis itu diterapkan di Indonesia. Temen gue siap memasok TAI kucing, lantaran di rumahnya banyak kucing. Tapi gue lebih sreg kalo yang dikirim adalah people’s SHIT. Alias TAI orang. Sama di luar negeri sono juga yang dikirim bukan animal shit ore people’s SHIT. Tapi TAI orang yang memiliki kekesalan tingkat tinggi sama orang yang dikirimin.
Jangan disangka pengiriman TAInya gak pro. Sama seperti jasa pengiriman lainnya, packagingnya dibuat mewah dan jangan sampai The Shit is Broken sebelum nyampe di alamat yang dituju. Kalo gak percaya, googling dah Bisnis Pengiriman TAI [in English version of course]. Kemasannya dibuat sangat apik, pake alumunium foil dan dibungkus pake kotak yang sangat cantik. Pokoknya dari luar gak keliatan deh kalo isi dalemnya itu adalah SHIT.
Yang lebih menarik lagi, gimana ekspresi dan perasaan si penerima paket ini. Enggak ada nama pengirim di paketnya, so pasti seandainya lo dapet paket lo gak akan tau dari siapa paket istimewa itu. Yang bisa menjawabnya cuman feeling, seandainya lo merasa pernah nyakitin hati seseorang. Masalah lo mau kirim balik your SHIT itu urusan belakangan.
Gue sempet kepikiran bentuk package kayak mainan badut-badutan yang pake per ato membran itu. Begitu dibuka kotaknya, kepala badutnya nongol. Nah ini, kotak dibuka, dan muka penerima bakal belepetan SHIT. Wohoo, jadinya lo gak perlu nonjok orang yang lo sebelin kan? Dan masih banyak package-package lain yang siap membuat shock penerimanya.
Ah, karena ini udah mau selebrasi pinky-pinky dan banyak orang bingung mau ngasih hadiah apa, mungkin paket ini bisa lo pilih.
Masih penasaran, visit www.kirimtai.com dari wc-wc dan toilet terdekat di tempat tinggal lo semua!
Sunday, February 6, 2011
Ketika [Harus] Bicara Passion
Ah, passion. Ada apa dengan passion? Passion bukan fashion tentunya. Tapi kali ini bolehlah saya membahasnya sedikit. Ketika atmosfer mengharuskan jemari menari-nari di atas tuts keyboard untuk menulis dan sudah gatel tangan bila tidak ‘menggaruk’.
Biar tidak kemana-mana, saya hanya mau membahas passion dalam pekerjaan. Beberapa kali saya merasakan tempat kerja dengan passion yang berbeda-beda. Dan terakhir ini, merasakan tempat kerja yang so lovely. Ada di dunia yang sangat saya suka [ehm..gaming dan gadget]. Daan, ada plus-plusnya sih..plus orang-orang yang hobi musik dan film.
Oke, lalu cukupkah modal kata suka pada objeknya? Saya berani bilang TIDAK. Karena saya bekerja di industri media, maka saya [merasa] perlu untuk memiliki passion jurnalistik. Ehm, bukan lantaran saya memang sedari dulu ingin jadi jurnalis. Namun lebih karena ingin totally doing something. Rasanya sayang kalau sudah nyemplung tapi masih enggak mau basah.
Well, miris saja melihat orang-orang tanpa passion mencoba mengadu nasib di suatu lahan. Hasilnya saya yakin akan amburadul dan hanya menimbulkan kekecewaan banyak pihak. Efek lainnya, bekerja tanpa passion hanya membuang-buang waktu yang jauh lebih mahal dari apapun.
Yang lebih aneh lagi, mengaku berpassion tapi mengeluh karena tidak mendapat ‘apa-apa’ dari yang dikerjakan. Oh my gosh, untuk orang-orang yang masih seperti itu, saya sarankan untuk mencoba bersyukur.Setiap hari mengeluh hanya membuat orang-orang seperti itu semakin memperlihatkan bila hidupnya ‘susah’. Kenapa saya beri tanda kutip? Karena saya yakin bila sebenarnya mereka tidak susah. Selain itu cobalah pahami lingkungan sekitar yang pastinya tidak akan buta.
Satu hal yang saya pegang, bila mengerjakan sesuatu dengan hati, sepenuhnya dan tidak setengah-setengah, air yang mengalir juga tidak akan setengah dari keran yang diputar. Masalah seberapa cepat putaran krannya, itu hanya masalah waktu.
Sunday, January 2, 2011
Read and Write NOT Copy and Paste
Menulis sudah ibarat nafas bagi saya, rasanya kalau tidak menulis maka itu berarti kehidupan sudah berakhir (bukan mau lebai) tapi itu benar. Menulis tidak perlu menjadi sebuah wacana panjang. Rentetan tweet di twitter atau sekedar status di facebookpun sudah bisa dikategorikan menulis. Nah bicara soal kualitas tulisan, ternyata akan banyak dipengaruhi oleh nutrisi si penulis.
Nutrisi? Yes, nutrisi si penulis itu bagi saya ada dua. Pertama asupan pengetahuan yang didapatnya dari pengalaman dan bacaan yang kerap dia baca dan kedua nutrisi yang sesungguhnya dari apa yang dimakan dan diminum. Apa hubungannya? Secara teori bodoh saya, semakin banyak seseorang berpetualang (di zaman yang sudah sangat akrab dengan dunia maya ini petualangan tinggal type and click hehehe) dan membaca semakin banyak hal yang ia ketahui. Lalu apa yang dikonsumsi juga akan berpengaruh. Makan-makanan yang sehat akan membuat badan lebih fit dan bertenaga saat menulis.
Saya sama sekali tidak menganjurkan untuk menulis dengan doping kopi (apalagi black coffee) dalam porsi berlebih. Selain tidak sehat, hasilnya juga menimbulkan efek ketergantungan. Sesekali bolehlah tapi rasanya lebih banyak minuman yang tak kalah nikmat seperti susu, jus, cokelat atau teh. Bila sulit meninggalkan kopi, sesekali silakan buat kopi susu atau icy coffee. Tapi ingat, hanya sesekali dan bukan menjadi rutinitas setiap hari.
Ngomong-ngomong soal baca, awal tahun 2011 ini saya kembali membaca BUKU. Yep buku yang sebenar-benarnya bukan eBook atau PDF. Rasanya memang tetap beda, membaca digital vs membaca manual memang memiliki sensasi sendiri. Saya sendiri lebih suka membaca manual yang sebenar-benarnya. Rilisan fisik memang selalu lebih cihui.
Ah ya, ternyata sipacar menyukai laki-laki yang membaca. Ajaib memang, entah kenapa. Tapi memang dari dulu saya suka membaca. (Bahkan sebelum menekuni profesi penulis dan jurnalis). Hmm, mari baca lagi…sebelum siap-siap menulis lagi setelahnya..read and write culture..not copy and paste culture…
Subscribe to:
Posts (Atom)